Jumat 04 May 2018 23:33 WIB

Yusril Nilai Kans Uji Materi UU Pemilu Kecil

Sejumlah pihak yang menginginkan JK menjadi wapres, mendaftarkan uji materi ke MK.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj tengah berdiskusi dengan Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra (ketiga dari kanan) saat acara Mukernas PBB di Jakarta, Jumat (4/5).
Foto: Febrianto Adi Saputro/Republika
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj tengah berdiskusi dengan Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra (ketiga dari kanan) saat acara Mukernas PBB di Jakarta, Jumat (4/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra menilai uji materi yang diajukan sejumlah pihak terkait pasal yang mengatur syarat pencalonan presiden dan wakil presiden dalam UU Pemilu agak berat. Sebelumnya, sejumlah pihak yang menginginkan Jusuf Kalla kembali menjadi wapres, mengajukan uji materi UU Pemilu ke MK.

"Memang agak berat, yang diuji bukan hanya Undang-Undang Pemilu, kan harus uji juga Undang-Undang Dasar," kata Yusril dijumpai di acara Mukernas II Partai Bulan Bintang (PBB) di Jakarta, Jumat (4/5) malam.

Dalam Pasal 16 dan 227 UU Pemilu dijelaskan syarat bagi calon presiden dan wakil presiden, yaitu belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan yang sama. Dan surat pemberitahuan belum pernah menjadi presiden dan wakil presiden selama dua kali masa jabatan yang sama.

Selain itu, dalam pasal 7 UUD 1945 disebutkan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun. Dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

JK sendiri sudah pernah menjadi wapres selama dua periode, tetapi tidak secara berturut-turut. Menurut argumentasi pihak yang menginginkan JK maju kembali sebagai wapres, baik dalam UU Pemilu maupun UUD 1945 tidak diatur spesifik apakah seseorang yang menjadi Wapres dua periode tapi tidak berturut-turut, tidak diperkenankan maju kembali.

Yusril mengatakan, baik UU Pemilu dan UUD 1945 harus diuji terkait hal ini. Masalahnya, kata dia, tidak ada mekanisme menguji UUD. MK tidak diberikan kewenangan menguji itu kecuali ada amandemen konstitusi dan konvensi ketatanegaraan.

"Konvensi ketatanegaraan artinya konstitusi tidak berubah namun dalam praktiknya berubah. Tapi saya kira sulit menciptakan konvensi ketatanegaraan," jelas dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement