Sabtu 05 May 2018 18:08 WIB

AS Bentuk Kembali Armada Kedua untuk Saingi Rusia

Armada Kedua memiliki area tanggung jawab utara Samudra Atlantik.

Kapal induk Amerika Serikat USS Carl Vinson.
Foto: REUTERS/Mike Blake
Kapal induk Amerika Serikat USS Carl Vinson.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Angkatan Laut Amerika Serikat  membangun kembali Armada Kedua yang memiliki area tanggung jawab Samudra Atlantik utara. Armada kembali dibentuk setelah hampir tujuh tahun dibubarkan untuk 'melawan' Rusia di jantung strategi militernya.

"Strategi Pertahanan Nasional kami memperjelas bahwa kita kembali di era persaingan kekuatan besar karena lingkungan keamanan terus tumbuh dengan lebih menantang dan rumit," kata Kepala Operasi AL AS Laksamana John Richardson pada Jumat.

"Armada Kedua akan menjalankan otoritas operasional dan administratif atas kapal yang ditugaskan, pesawat dan pasukan pendaratan di Pantai Timur dan Samudra Atlantik utara," kata Richardson menambahkan.

Seorang pejabat AL AS mengatakan, sejumlah keputusan seperti siapa yang akan memimpin Armada Kedua dan aset apa yang akan dimasukkan, belum dibuat dan tidak jelas kapan armada itu akan beroperasi.

Pada  2011, armada dibubarkan karena alasan penghematan biaya dan struktur organisasi. Sejak itu, bagaimanapun, Rusia telah menjadi lebih tegas, meregangkan otot militernya dalam konflik seperti di Ukraina dan Suriah.

Awal tahun ini, militer AS mengatakan dalam strategi pertahanan nasional baru, ancaman Rusia dan Cina, akan menjadi prioritas. Ini merupakan sinyal perubahan baru setelah selama satu dekade fokus dalam melawan kelompok radikal.

Dalam menyajikan strategi baru, yang akan menetapkan prioritas bagi Pentagon untuk tahun-tahun mendatang, Menteri Pertahanan Jim Mattis menyebut Cina dan Rusia sebagai "kekuatan revisionis" yang berusaha menciptakan dunia yang konsisten secara otoriter.

"Rusia telah meningkatkan patroli angkatan lautnya di Laut Baltik, Atlantik utara dan Arktik," kata pejabat NATO. Meskipun ukuran angkatan lautnya lebih kecil daripada saat era Perang Dingin.

Sejak menjabat tahun lalu, Presiden Donald Trump telah berusaha membangun hubungan yang lebih kuat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Tetapi hubungan sebaliknya memburuk atas tuduhan campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden AS 2016. Kondisi diperumit dengan dugaan Rusia meracuni mantan agen ganda di Inggris, dan dukungan Putin terhadap pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad di Suriah.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement