REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Beberapa hari setelah KTT antar-Korea diselenggarakan, Lee Min-bok, seorang pembelot Korea Utara (Korut) yang telah menyebarkan selebaran anti-Korut ke perbatasan selama 15 tahun, menerima panggilan dari Kementerian Unifikasi Korea Selatan (Korsel). Kementerian tersebut mendesaknya untuk menghentikan penyebaran selebaran itu.
Dalam KTT yang bersejarah tersebut, pemimpin Korut Kim Jong-un dan Presiden Korsel Moon Jae-in sepakat untuk menghentikan semua tindakan permusuhan di sepanjang perbatasan mulai 1 Mei. Penyebaran selebaran anti-Korut menjadi salah satu di antaranya.
Pada Sabtu (5/5), polisi Korsel berhasil mencegah pelepasan balon-balon udara yang membawa selebaran anti-Korut milik kelompok pembelot.
Bagi Lee, kampanye anti-Korut itu bersifat pribadi. Menurutnya, selebaran tersebut membawanya ke momen kebangkitan pada 1990, saat ia menyadari betapa tertindas dan melaratnya penduduk Korut, sementara Korsel justru muncul sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia. Pada 1995, ia memutuskan untuk melarikan diri ke Korsel.
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Undefined index: internasional
Filename: helpers/all_helper.php
Line Number: 4248
"Saat itu saya benar-benar percaya Kim Il-sung adalah pusat dunia, dan segala yang ia buat adalah benar dan baik bagi kami. Menyadari apa yang saya pelajari, dengar, dan baca adalah kebohongan, saya memutuskan untuk membelot ke Korsel dan hidup di jalan kebenaran," ungkap Lee.
Lee, yang meluncurkan balon selebaran pertamanya pada 2003, sejak saat itu telah menyebarkan lebih dari 300 juta selebaran. Ia mengelola salah satu dari beberapa kelompok sipil, yang secara teratur mengirim selebaran ke perbatasan. Kelompok itu membawa pesan kritis terhadap pemimpin Korut dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di negara itu.
Kampanye Lee sekarang menimbulkan dilema bagi Korsel, yang berusaha mempertahankan momentum rekonsiliasi antar-Korea. Selama satu dekade, Korut dan Korsel telah terlibat dalam konfrontasi di tengah-tengah program senjata nuklir dan rudal Pyongyang.
Menurut Lee, Kementerian Unifikasi Korsel telah berulang kali memohon agar ia menghentikan peluncuran balon-balonnya. Mereka menjanjikan dukungan jika kelompoknya bersedia mengkampanyekan HAM di Korut dengan aksi lain.
Kementerian Unifikasi tidak bersedia untuk mengomentari hal itu. Tetapi pada Jumat (4/5) kemarin, kementerian itu mengeluarkan pernyataan yang mendesak kelompok-kelompok sipil untuk menghentikan peluncuran selebaran, karena akan melanggar semangat perjanjian rekonsiliasi yang dibuat saat KTT.
Beberapa warga Korsel juga berpikir kampanye selebaran anti-Korut harus berakhir. "Pelanggan berhenti mengunjungi kota kami setelah Korut mengancam akan menembak balon itu," kata Kim Hyung-do, yang mengelola restoran sup ayam di kota perbatasan Paju.
"Suasana antara kedua Korea memiliki dampak besar pada kehidupan kami. Saya berharap mereka tidak akan mengirim selebaran lagi setelah KTT," tambah dia.