REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Ijtima' Ulama VI di Pesantren Al Falah, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada 7-10 Mei 2018. Ada tiga kelompok masalah yang akan dibahas dalam Ijtima' Ulama VI.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh mengatakan, pertama membahas masalah strategis kebangsaan atau masail asasiyah wathaniyah. Kedua, masalah fikih kontemporer. Ketiga, masalah perundang-undangan. Saat membahas masalah strategis kebangsaan di dalamnya akan dibahas tentang bela negara, harmonisasi agama dan negara, serta kedudukan hubungan agama dan negara.
"(Dibahas juga) masalah terkait dengan keadilan ekonomi, membahas ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat," kata Niam kepada Republika.co.id, Ahad (6/5).
Ia menerangkan, selain itu dibahas redistribusi aset untuk membicarakan tentang lahan yang sebesar-besarnya harus didayagunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Terkait fikih kontemporer, akan membahas tentang haji seperti ketentuan badal haji, waktu melempar jumrah, dan kewenangan negara menetapkan istitha'ah haji.
Kemudian dibahas juga tentang zakat. Di dalamnya akan membahas distribusi zakat untuk kepentingan bantuan hukum, zakat profesi, tanggung jawab dan kewenangan negara dalam pengelolaan serta pemungutan zakat, termasuk membahas zakat aparatur sipil negara (ASN).
Ia menerangkan, dalam pembahasan fikih kontemporer juga dibahas tentang status kedudukan dana abadi umat, mahar politik dan pemberian yang berkaitan dengan politik praktis. "Perkembangan teknologi pangan, plasma darah untuk kepentingan pengobatan, pemanfaatan alkohol dalam produk obat, inilah beberapa masalah (yang dibahas) terkait fikih kontemporer," ujarnya.
Niam juga menyampaikan, terkait masalah peraturan perundang-undangan di dalamnya akan membahas tentang pidana Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Juga membahas larangan minuman beralkohol, kedudukan aliran kepercayaan, hukum terapan peradilan agama, perkawinan anak, dan beberapa hal yang lainnya.