Senin 07 May 2018 13:36 WIB

Identitas Jadi Masalah yang Dihadapi Pelajar

pelajar Indonesia mengalami penurunan dalam mencari sumber ilmu pengetahuan.

Rep: Novita Intan/ Red: Agung Sasongko
Razia Pelajar (ilustrasi)
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Razia Pelajar (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA —  Memasuki usia ke 71 Pelajar Islam Indonesia (PII) terus berupaya menciptakan pelajar yang berkeadaban. Setidaknya seorang pelajar dibutuhkan dua identitas yakni keislaman dan keindonesiaan.

Pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII), Ahmad Muzani mengatakan selama ini masalah pelajar Islam Indonesia mengalami dua identitas tersebut.

Masalah pelajar adalah persoalan identitas, keagaman dan keindonesian. Saya kira organisasi ini (PII) memiliki peran penting untuk menegaskan identitas keindonesia dan keislaman," ujarnya kepada Republika.co.id, Jakarta, Senin (7/5).

Menurutnya, identitas keislaman berbasis keyakinan keagamaan sementara keindonesia berbasis keyakinan kebangsaan.

"Dua itu harus menjadi satu terkombinasi dalam pelajar sehingga masa depan yang agama saleh dan keindonesia," ucapnya.

Di sisi lain, ia menyebut pelajar Indonesia mengalami penurunan dalam mencari sumber ilmu pengetahuan. Mereka mengandalkan sosial media untuk menambah wawasan.

"Praktik ilmu termudahkan sosial media, akibatnya cinta kepada guru, perpustakan dan dialog menjadi rendah dan cara mencintai ilmu kearifan jadi kurang karena ilmu tidak didapatkan dari seorang yang ahli di bidangnya, tapi sosial media, jadi tidak memiliki refrensi yang kuat," ucapnya.

Tak hanya itu, kegiatan seperti diskusi juga semakin luntur. Hal ini menjadi mudah karena pembicaraan melalui sosial media.

"Ini menjadi tren, tapi bagaimana pelajar dapat mensiasati cara menguasai ilmu. Harus memperbanyak diskusi, mencintai ahli pakar tradisi ini harus dihidupkan kembali," ungkapnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement