REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibu kandung korban tewas pada peristiwa sembako maut di Monas, Komariah, telah mengajukan surat pencabutan laporan atas panitia pembagian sembako. Meskipun demikian, kasus yang menewaskan dua anak ini tidak bisa dengan mudah dihentikan.
Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai proses pidana sembako maut di Monas ini harus tetap dijalankan. Menurut dia, meskipun sudah ada perjanjian damai penyidik atau aparat penegak hukum tidak terikat dengan hal tersebut.
"Apalagi tindak pidananya pasal 359 KUHP, tidak termasuk tindak pidana aduan," kata Fickar saat dihubungi melalui pesan teks, Senin (7/5).
Setiap perbuatan pidana, ada dua aspek proses di dalamnya. Pertama adalah proses pidana yang mengadili perbuatannya, lalu proses perdata mengadili kerugiannya. Oleh karena itu, kata Fickar, dalam KUHAP diatur juga mekanisme penggabungan perkara pidana dan perdatanya.
"Jika sudah ada kesepakatan damai maka yang sudah beres adalah ganti rugi perdatanya.Sedangkan, penyidik atau aparat penegak hukum tidak terikat perjanjian damai. Karena itu, proses pidana tetap harus dijalankan," kata dia.
Lebih lanjut, Fickar menjelaskan, apabila perkara tersebut baru dalam tahap penyelidikan, kewenangannya ada pada kepolisian apakah akan meneruskan atau menghentikan. Namun, apabila perkara sudah mencapai tahap penyidikan, penghentiannya harus melalui SP-3 dengan syarat alternatif.
"Pertama, perbuatannya bukan tindak pidana, atau kedua, alat buktinya tidak cukup atau kurang, atau ketiga dihentikan demi hukum karena tersangka meninggal dunia, kadaluarsa atau nebis in idem," kata dia menambahkan.