Senin 07 May 2018 19:07 WIB

Pakar: Setelah SP-3, Polisi Harus Minta Maaf ke Habib Rizieq

Mudzakir menilai kepolisian telah melakukan kesalahan prosedur.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Bilal Ramadhan
Habib Rizieq Shihab menjadi saksi dalam sidang terdakwa kasus dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama saat menjalani sidang yang digelar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta,
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Habib Rizieq Shihab menjadi saksi dalam sidang terdakwa kasus dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama saat menjalani sidang yang digelar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta,

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) telah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP-3) atas kasus dugaan penghinaan terhadap Pancasila dengan tersangka Habib Rizieq Shihab. Kasus tersebut dihentikan karena penyidik tidak memiliki cukup bukti.

Namun, Polda Jabar juga menyatakan kasus tersebut masih berpeluang dilanjutkan. Hal tersebut jika pada kemudian hari ditemukan alat bukti yang cukup kuat untuk dibawa ke proses penuntutan di pengadilan.

Menanggapi ini, pakar hukum pidana pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir, mengatakan, pernyataan kepolisian demikian seolah menunjukkan tidak ada kepastian hukum. Ia mempertanyakan profesionalisme kepolisian dalam kasus ini.

Menurut dia, berdasarkan teori dalam hukum pidana, polisi seyogianya mengumpulkan bukti-bukti terlebih dahulu. Baru kemudian menjadikan seseorang tersangka jika bukti sudah lengkap.

Namun, faktanya, dalam kasus Rizieq ini, polisi langsung menetapkan Rizieq sebagai tersangka, sementara bukti belum terkumpul lengkap. Dalam hal ini, ia menilai kepolisian telah keliru karena menggunakan wewenang yang belum saatnya.

Jika diuji sejak awal, kasus ini menurut dia akan dimenangkan oleh pemohon yang dijadikan tersangka dan bahkan penyidik bersangkutan bisa diberikan sanksi internal.

"Kalau sudah SP-3 harusnya sudah mentok, tidak bisa diberikan kesempatan untuk membuktikan lagi. Peristiwa masa lalu dan sudah diberi kesempatan untuk menemukan bukti. Jika sudah tidak ditemukan bukti, ya sudah ditutup saja. Istilahnya menjamin kepastian hukum," kata Mudzakir, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (7/5).

Dalam hal ini, Mudzakir menilai kepolisian telah melakukan kesalahan prosedur. Sebab, Habib Rizieq dijadikan tersangka saat tengah dilakukan pemeriksaan dan ternyata tidak ada cukup bukti.

Mudzakir menegaskan, penyelenggara negara tidak boleh berlaku sewenang-wenang. Sebab, penyidik memiliki prosedur tersendiri dalam penggunaan wewenang tersebut.

Maka itu, ia menilai pihak kepolisian atau penyidik semestinya menyatakan SP-3 dan meminta maaf kepada Rizieq. Hal itu karena prosedur yang dilakukan kepolisian sudah keliru dan hak publik serta status Rizieq juga sudah terganggu.

Bahkan, Mudzakir berpandangan jika kepolisian seharusnya memberi ganti rugi kepada Rizieq karena selama ini Rizieq terganggu dengan statusnya sebagai tersangka. "Penyidik seharusnya meminta maaf kepada Habib Rizieq dan bukannya mengancam kembali dengan menyatakan kasus tersebut bisa dibuka kembali suatu saat nanti. Sudah kasus itu selesai, jangan ditambahkan ancaman-ancaman," katanya menambahkan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement