Selasa 08 May 2018 13:33 WIB

Dari HTI ke Partai Bulan Bintang Menuju Pemilu 2019

Eks anggota HTI pernah diajak bergabung ke Partai Bulan Bintang.

Massa   HTI saat menunggu hasil sidang pembacaan putusan gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, Senin (7/5).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Massa HTI saat menunggu hasil sidang pembacaan putusan gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, Senin (7/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun pemilu saat ini hingga tahun mendatang membuat individu, organisasi kemasyarakatan, atau bekas organisasi kemasyarakatan mulai mengambil ancang-ancang menjadi simpatisan, pendukung, anggota, atau kader partai politik peserta pemilu. Begitu pula Partai Bulan Bintang (PBB), partai lama yang menjadi partai peserta Pemilu 2019 setelah memenangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta atas keputusan KPU yang semula tidak meloloskan PBB.

KPU akhirnya pada 6 Maret lalu menetapkan PBB sebagai peserta pemilu dan mendapat nomor urut 19. Partai pimpinan mantan Menkumham dan mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra itu mendapat 'tumpahan' dari sejumlah tokoh, bahkan organisasi.

Sejumlah politikus dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) seperti Tamam Achda, Ahmad Yani, dan Anwar Sanusi; politisi dari PAN Djoko Edi Abdurrahman, serta mantan ketua umum PSSI La Nyalla Mattaliti, misalnya, bergabung ke PBB yang tidak mendapat kursi di DPR RI pada Pemilu 2014 itu. Eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dilarang sebagai organisasi kemayarakatan oleh pemerintah karena bertentangan dengan asas Pancasila juga bergabung ke PBB.

Keputusan majelis hakim PTUN Jakarta yang dibacakan oleh hakim Tri Cahya Indra Permana pada Senin (7/5) kemarin, menolak permohonan gugatan HTI terhadap keputusan pemerintah yang membubarkan organisasi HTI. Atas putusan itu Ismail Yusanto yang dikenal sebagai juru bicara HTI mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

Anggota eks HTI bergabung ke PBB. Mereka bergabung ke PBB karena menerima ajakan Yusril kepada HTI dan Front Pembela Islam (FPI) untuk bergabung dalam partainya dan bersama-sama membesarkan PBB demi memperjuangkan aspirasi rakyat, khususnya umat Islam.

Sekretaris Jenderal PBB Afriansyah Ferry Noor mengungkapkan bergabungnya para anggota eks HTI, akan menambah kekuatan dalam perolehan suara partai pada Pemilu 2019. Ia mengaku partainya dengan anggota eks HTI sudah ada pembicaraan terkait rencana masuknya mereka ke PBB.

Anggota eks HTI itu juga bisa menjadi calon anggota legislatif PBB sehingga keberadaan mereka dapat menambah kekuatan PBB agar semakin kuat dan memiliki tingkat elektabilitas yang tinggi bagi rakyat pemilih. PBB Provinsi Bengkulu, misalnya, telah melakukan perekrutan bagi calon anggota legislatif dari anggota eks HTI dan anggota FPI.

Ismail Yusanto sebelumnya menyebutkan, sudah ada pembicaraan dan kesepahaman antara kader eks HTI dan PBB terkait keikutsertaan dalam Pemilu 2019. Kesepahaman itu antara lain untuk memperjuangkan aspirasi umat dan syariat Islam. Pemahaman soal demokrasi yang dianut PBB dan HTI sudah sejalan, yakni keberadaan partai politik adalah alat perjuangan untuk menegakkan aspirasi umat Islam.

Cendekiawan muslim, Jimly Asshidiqie pada pertengahan tahun lalu disebut-sebut sebagai salah satu tokoh yang pernah menyarankan agar anggota HTI bergabung ke PBB. Meskipun organisasi kemasyarakatan HTI telah dibubarkan oleh pemerintah, aspirasi politik anggota eks HTI bisa disalurkan ke partai politik yang sejalan dengan perjuangan dan aspirasi umat Islam.

Sementara, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan berharap agar setelah adanya putusan dari PTUN Jakarta itu, HTI mematuhi putusan pengadilan atas gugatan yang diajukan HTI, karena Indonesia adalah negara hukum. Apa pun putusan pengadilan, kalau sudah diputuskan maka harus dipatuhi dan dilaksanakan.

Semua pihak dari seluruh elemen bangsa Indonesia harus menghormati keputusan pengadilan tersebut. Jika masih celah hukum untuk melakukan proses hukum lebih lanjut, HTI dapat melakukan upaya hukum lanjutan.

Pertimbangan putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim PTUN Tri Cahya Indra Permana itu, antara lain berdasarkan keterangan saksi-saksi yang selama ini telah menyampaikan pandangan dakam sidang. Majelis hakim juga mengatakan, dalam aturan yang berlaku diatur bahwa ormas dapat dibubarkan apabila menyangkut tiga hal yakni atheis, menyebarkan paham komunis, dan berupaya mengganti Pancasila.

Menurut Majelis Hakim, HTI terbukti menyebarkan dan memperjuangkan paham khilafah, sesuai dalam video Muktamar HTI tahun 2013 silam. Majelis mengatakan pemikiran khilafah sepanjang masih dalam sebatas konsep dipersilakan, namun bila sudah diwujudkan dalam aksi yang berupaya mengganti Pancasila maka dapat berpotensi perpecahan.

Hakim anggota, Roni Erry Saputro, berdasarkan keterangan saksi dan ahli, HTI sama dengan Hizbut Tahrir yang ada di seluruh dunia. Mereka sama-sama memperjuangkan menegakkan khilafah islamiyah yang bersifat global.

Meski demikian, kata Roni, HTI tidak didaftarkan menjadi partai politik, tapi perkumpulan berbadan hukum. "Berdasar hal tersebut, maka menurut majelis hakim pendaftaran mereka sejak kelahirannya sudah salah, sejak terbitnya badan hukumnya," ungkapnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement