Selasa 08 May 2018 07:55 WIB

KPU Minta DPR Segera Bahas Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg

DPR diminta segera membahas aturan larangan mantan napi koruptor jadi caleg.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Komisi Pemilihan Umum - Arief Budiman
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua Komisi Pemilihan Umum - Arief Budiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, KPU sudah meminta Komisi II DPR untuk menyegerakan pembahasan aturan larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg). KPU meminta pembahasan aturan itu dilakukan usai masa reses sidang DPR berakhir pada pertengahan Mei.

"Saya sudah minta disegerakan pembahasannya. Seingat saya, masa reses berakhir pada 15 Mei. Nah kami harap jika (setelah itu) nanti ada rapat pertama nanti (dibahas) konsultasi mengenai Peraturan KPU (PKPU) itu," ujar Arief ketika dijumpai wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (7/5).

PKPU yang dimaksud Arief adalah rancangan PKPU pencalonan anggota DPR, anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Dalam rancangan aturan ini, tercantum larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi mendaftar sebagai caleg. Adapun larangan ini tercantum pada pasal 8 ayat 1 huruf (j)rancangan PKPUpencalonan anggota DPR, anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Selain itu, KPU juga menambahkan aturan baru berupa kewajiban menyerahkan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN) bagi para caleg. Aturan tersebut tercantum dalam pasal 8 ayat 1 huruf (v) dan pasal 9 ayat 1 huruf (j) rancangan PKPUpencalonan anggota DPR, anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

"DPR sendiri telah menyatakan sanggup segera menyegerakan pembahasan aturan itu," kata Arief

Arief mengungkapkan jika kedua aturan dalam rancangan PKPU itu belum mengalami revisi. Sementara itu, sikap DPR sendiri, kata Arief, tidak menolak usulan KPU. DPR, lanjutnya, menyampaikan pendapat dari sisi hukum dan dari sisi pelaksanaan aturan tersebut. "DPR menyerahkan kepada KPU," tambah Arief.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement