Rabu 09 May 2018 16:39 WIB

Ke Perbatasan Suriah-Turki, Ini Kesan Fauzi Baadilla

Fauzi Baadilla ingin sekali bisa kembali ke perbatasan Suriah-Turki

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Esthi Maharani
Aktor Fauzi Baadilla yang didaulat menjadi Duta ACT menceritakan pengalamannya berkunjung ke lokasi pengungsian warga Suriah di perbatasan Turki.
Foto: Sapto Andika Candra/Republika
Aktor Fauzi Baadilla yang didaulat menjadi Duta ACT menceritakan pengalamannya berkunjung ke lokasi pengungsian warga Suriah di perbatasan Turki.

REPUBLIKA.CO.ID,  PADANG - Selalu ada hati yang tertambat setiap kali berkunjung ke lokasi pengungsian rakyat Suriah di wilayah perbatasan dengan Turki. Berbagai kisah pilu yang dihadirkan anak-anaknya dan tatapan kosong para ibu yang pernah merekam perihnya konflik, membuat hati siapapun akan tersentuh.

Hal itu juga yang dialami Fauzi Baadilla, aktor Indonesia yang didaulat menjadi Duta Aksi Cepat Tanggap (ACT). Fauzi mendapat kesempatan berkunjung ke titik-titik pengungsian yang jaraknya tak jauh dari pusat konflik di perbatasan Turki-Suriah.

Selama sepekan di awal Mei 2018 ini, Fauzi dan tim relawan ACT berkunjung ke lokasi pengungsian rakyat Suriah di Provinsi Hatay, Turki. Fauzi lantas menceritakan pengalamannya mengemban tugas sebagai Duta ACT demi mempromosikan bantuan kemanusiaan yang disalurkan masyarakat Indonesia kepada pengungsi Suriah.

Sejak awal keberangkatan, tuturnya, Fauzi sudah diingatkan untuk tidak mengenakan atribut pakaian yang berhubungan dengan militer dan agama. Alasannya, dua hal tersebut dianggap sensitif dan sulit menembus perbatasan.

"Imigrasinya sangat ketat," ujar Fauzi menceritakan pengalamannya di RM Lamun Ombak, Padang, Rabu (9/5).

Beruntung, di wilayah perbatasan tim ACT disambut relawan yang sudah lama mengawal distribusi bantuan masyarakat Indonesia ke Suriah. Berkat negosiasi yang dilakukan tim relawan di sana, Fauzi dan tim ACT lainnya berhasil memasuki kawasan pengungsi Suriah. Hari-hari di perbatasan Turki-Suriah dilalui Fauzi dengan mengunjungi sentra-sentra pengungsian, gudang bahan makanan ACT, dan melakukan komunikasi intens dengan pengungsi Suriah.

"Hari berikutnya kami langsung ke area-area di mana jarak dari tembok perbatasan hanya sekitar 1 km. Di situ banyak pengungsi dari Suriah yang tinggal di pinggir jalan," ujar Fauzi.

Ia menggambarkan betapa sengsaranya pengungsi Suriah yang menetap di perbatasan. Fauzi menceritakan, para pengungsi terpaksa hidup serba terbatas di atas ladang yang disulap menjadi petak-petak rumah sederhana berukuran 2x3 meter dengan atap terpal. Menurutnya, satu hal paling dibutuhkan warga Suriah adalah air bersih. Saking terbatasnya, pengungsi Suriah menggunakan air kotor untuk kegiatan cuci dan bersih-bersih badan.

"Sebagian besar mereka kehilangan anggota keluarga. Ibu-ibu, walau mereka ngurus anak, tapi mereka sudah depresi sebetulnya. Kalau bersosialisasi dengan kami, mata mereka sudah kosong," katanya.

Fauzi menceritakan kondisi pengungsi Suriah yang memprihatinkan. Meski secara fisik para pengungsi menunjukkan kondisi yang 'baik-baik' saja, namun sorot mata dan cara mereka berkomunikasi jelas menunjukkan ada kesedihan yang mendalam. Menurutnya, seluruh pengungsi Suriah membutuhkan bantuan dari para donatur untuk menyambung hidup. Saat ini terdapat sekitar 3 juta pengungsi Suriah yang tinggal di wilayah perbatasan dengan Turki.

"Pesan saya, kita harus peduli. Nggak ada orang mau jadi korban perang. Saya saja ingin sekali bisa kembali ke sana, ada sesuatu yang nyangkut di sana," kata Fauzi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement