REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Perserikatan Bangsa-Bangsa mendesak Arab Saudi untuk tidak mendeportasi migran Yaman ke zona perang. Agen Migrasi PBB mengatakan Arab Saudi telah mengusir 17 ribu migran Yaman sepanjang tahun ini.
PBB khawatir Saudi dapat mendeportasi hingga 700 ribu orang untuk mengalami kesengsaraan di Tanah Air mereka yang dapat memperdalam krisis.
Arab Saudi telah menjatuhkan denda, hukuman penjara, dan deportasi pada migran yang tertangkap tanpa dokumen sah. Hal itu sebagai langkah Saudi untuk mengurangi pasar gelap di dunia kerja.
"IOM secara kategoris dapat mengatakan bahwa antara Januari dan sekarang 17 ribu warga Yaman telah ditolak, hanya karena status imigrasi mereka di Arab Saudi," kata Direktur operasi dan keadaan darurat di Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), Mohammed Abdiker.
Hal itu diterapkan pada migran gelap yang dikembalikan ke negara-negara termasuk Bangladesh, Filipina, dan Ethiopia."Tetapi perhatian kami adalah Anda tidak bisa mengembalikan orang ke negara seperti Yaman, terutama ketika Anda mengebomnya sendiri. Jadi, adakah cara bagi orang-orang Saudi untuk mengenyampingkan hal ini sampai mereka memiliki negara untuk kembali?," kata Abdiker.
Ia mengatakan sekitar 700 ribu migran Yaman bekerja di Arab Saudi. Abdiker juga menyuarakan keprihatinannya atas nasib para migran Afrika di Yaman. Menurutnya, migran itu ditahan atau mengalami pelecehan dan pemerasan oleh penyelundup.
Sekitar 7.000 orang datang setiap bulan ke Yaman. Sebagian besar mereka berasal dari Ethiopia, Somalia, dan Eritrea. Mereka transit di Yaman untuk mencapai Arab Saudi.
IOM, yang membantu 2.900 migran kembali ke rumah tahun lalu, memiliki akses ke tiga pusat penahanan, termasuk fasilitas yang dikelola Houthi di Sanaa. Fasilitas itu menampung 100 tahanan. Namun saat ini terdapat 470 tahanan.
"Membawa mereka kembali ke rumah bukanlah masalah. Masalahnya adalah mendapatkan koalisi, Arab Saudi memberi kami izin keamanan agar bus IOM melakukan perjalanan dari Sanaa ke Hodeidah," katanya.
Abdiker mengatakan ia perlu mendapatkan izin dari Arab Saudi agar tidak membom konvoi IOM yang akan menempuh perjalanan selama lima jam.
"Kemudian saya juga perlu Saudi untuk memberi izin keamanan bagi kapal IOM untuk pergi ke pelabuhan Hodeidah, menjemput para migran dan membawa mereka ke Djibouti," ujarnya.
Menurutnya, IOM harus memperoleh izin dalam dua hingga tiga hari ke depan untuk memulai operasi awal dengan memindahkan 458 migran. Mayoritas dari mereka orang Ethiopia.
Sebuah koalisi pimpinan Saudi yang didukung Barat telah melakukan serangan udara terhadap gerakan Houthi di Yaman sejak 2015. Houthi ingin menggulingkan pemerintah yang diakui secara internasional.
Houthi yang dikendalikan Iran menguasai lebih dari 70 persen Yaman, termasuk ibu kota Sanaa. Menurut PBB, lebih dari 10 ribu orang telah tewas dalam perang tersebut. Juru bicara kementerian dalam negeri Saudi tidak segera menanggapi permintaan untuk berkomentar.