REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden AS Donald Trump mengatakan dia akan menyambut tiga tahanan AS yang telah dibebaskan Korea Utara (Korut). Ketiganya diperkirakan akan tiba di Pangkalan Angkatan Udara Andrews di Washington pada Kamis (10/5) dini hari waktu setempat.
Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Mike Pompeo turut meninggalkan Korut pada Rabu (9/5) pagi bersama dengan tiga tahanan, yang oleh pemerintahan Trump disebut sebagai "sandera". Pembebasan itu mengakhiri hari yang dramatis di Pyongyang.
Baca juga, Kim Jong-un Sebut Trump Rusak Mood Perdamaian Korea
Setelah bertemu Kim Jong-un selama 90 menit, Pompeo enggan memberikan keterangan mengenai pembebasan para tahanan saat hendak kembali ke hotelnya. Namun seorang pejabat Korut kemudian mengatakan pembebasan tahanan telah dikonfirmasi.
Pompeo adalah menlu AS kedua yang pernah mengunjungi Korut. Yang pertama adalah Madeleine Albright, yang datang ke Korut pada 2000 untuk mengatur pertemuan antara presiden Bill Clinton dan Kim Jong-il, tetapi upaya itu gagal.
Ketiga tahanan AS itu dibebaskan Korut menjelang pertemuan puncak antara Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un, yang akan fokus pada pembahasan senjata nuklir Pyongyang. KTT ini diperkirakan akan diselenggarakan di Singapura pada awal Juni.
Pemerintahan Trump selama ini sangat kritis terhadap penolakan Korut untuk memberikan akses konsuler terhadap ketiga tahanan tersebut, selain kunjungan singkat yang dilakukan oleh utusan AS pada Juni lalu. Akan tetapi, media resmi Korut KCNA melaporkan, saat ini Kim telah memutuskan untuk memberikan amnesti kepada tiga warga AS itu atas saran dari Trump.
"Kim menghargai Trump karena telah menunjukkan minat yang mendalam dalam menyelesaikan masalah melalui dialog," lapor KCNA.
Trump secara terbuka telah berterima kasih kepada pemimpin Korut atas pembebasan tahanan ini. "Saya menghargai Kim Jong-un yang telah melakukan ini," kata Trump, dikutip Fox News.
Sekretaris Pers Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan dalam sebuah pernyataan, Trump menghargai keputusan Kim Jong-un untuk membebaskan ketiga warganya. Trump juga memandang keputusan ini sebagai sikap positif dari niat baik Kim.
"Tiga warga Amerika itu tampaknya dalam kondisi baik dan mereka bisa berjalan ke pesawat tanpa memerlukan bantuan," ungkapnya.
Kim Dong-chul (64 tahun), warga AS kelahiran Korea Selatan (Korsel), adalah tahanan terlama dibandingkan kedua tahanan lainnya. Kim mengelola sebuah perusahaan di zona ekonomi khusus Rason sebelum ditangkap pada 2 Oktober 2015.
Ia dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan kerja paksa pada April 2016 karena diduga melakukan tindakan subversif dan spionase terhadap Korut. Sebelum divonis, mantan penduduk Virginia itu secara terbuka meminta maaf karena telah mengumpulkan dan menyampaikan informasi rahasia ke Korsel, serta bergabung dengan kampanye yang menuntut hak asasi manusia di Korut.
Tony Kim, yang memiliki nama Korea Kim Sang-duk, ditahan pada 22 April 2017 di bandara Pyongyang. Ia dituduh melakukan tindakan kriminal permusuhan yang bertujuan untuk mengkhianati Korut. Tidak dijelaskan apa tindakan kriminal khusus yang diduga dilakukan oleh Kim.
Kim mengajar akuntansi di Pyongyang University of Science and Technology (PUST). PUST adalah satu-satunya perguruan tinggi swasta di Korut yang didirikan pada 2010 dari sumbangan kelompok-kelompok Kristen.
PUST mengatakan penahanan Kim tidak ada hubungannya dengan pekerjaannya di universitas. Dia sebelumnya mengajar bahasa Korea di Yanbian University of Science and Technology di Yanji, Cina, tidak jauh dari perbatasan Korut.
Kim lulus dari University of California, Riverside, dengan gelar master dalam administrasi bisnis pada 1990. Dia telah melakukan tujuh kali perjalanan ke Korut. Saat ditangkap, istrinya dipersilakan untuk meninggalkan Korut.
Sementara Kim Hak-song bekerja dalam sektor pengembangan pertanian di sebuah peternakan eksperimental yang dikelola oleh PUST. Dia ditahan pada 6 Mei 2017, karena dituduh terlibat dalam tindakan bermusuhan terhadap Korut.
Korut tidak mengatakan apakah kasusnya terkait dengan Tony Kim. PUST juga menegaskan penahanannya tidak terkait dengan pekerjaannya di universitas. Tidak diketahui apakah Tony Kim dan Kim Hak-song telah secara resmi dijatuhi hukuman.