Kamis 10 May 2018 23:55 WIB

Dedi Mulyadi: Penanganan Kasus Teroris Perlu Segera Dibenahi

Dedi sebut sudah selayaknya pelaku teror ini ditahan di tempat khusus

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Bilal Ramadhan
Calon Wakil Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi
Foto: Republika/Edi Yusuf
Calon Wakil Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Insiden yang terjadi di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, mendapat perhatian dari semua kalangan. Salah satunya, calon wakil Gubenur Jabar, Dedi Mulyadi.

Mantan Bupati Purwakarta itu menilai, sudah saatnya ada pembenahan dalam menangani kasus terorisme. "Penanganan terorisme atau kejahatan ideologi, sebaiknya ditangani lewat pendekatan ideologi juga," ujar Dedi, kepada Republika.co.id, Kamis (10/5).

Tak hanya itu, lanjut Dedi, terorisme ini seharusnya masuk dalam kategori sebuah kejahatan, sebelum peristiwa pidana tersebut terjadi. Karenanya, payung hukum mengenai terorisme ini sudah seharusnya tegas.

Akan tetapi, sampai saat ini belum ada kesepakatan di gedung DPR RI dalam pembahasan aturan mengenai kejahatan terorisme pra kejadian. Entah apa penyebabnya, lanjut Dedi, sampai saat ini pembahasan tersebut belum tuntas.

"Jadi intinya begini, sebelum ada kejadian, aksi terorisme sudah disebut tindak kejahatan. Apalagi, sudah ada aksinya," ujar Dedi.

Selain aturan tegas, pemerintah juga harus mengubah pola penanganan tahanan pelaku teror. Seharusnya, para teroris ini ditahan di tempat khusus. Terpisah, dengan tahanan lainnya yang kasusnya umum.

Dengan disatukannya tahanan teroris dengan napi lainnya, sambung Dedi, ruang mereka semakin terbuka dalam melakukan infiltrasi ideologi. Bahkan, pengikut mereka bisa bertambah.

Karena itu, sudah selayaknya pelaku teror ini ditahan di tempat khusus. Akan tetapi, pascaditahan pelaku teror inusemestinya dibuat ruang untuk hidup normal.

Tentunya, dengan pendekatan psikologi, sosiologis dan ekonomis. Sehingga, mereka bisa hidup mandiri dengan modal kerja yang sudah disiapkan oleh pemerintah.

"Selama ini, mereka ditahan seolah-olah diasingkan. Lalu, kebutuhan ekonomi mereka tidak tercukupi. Sehingga, mereka kembali berkumpul dengan kelompoknya, akibat keterbatasan tersebut," ujar Dedi.

Selain itu, untuk menangkal aksi-aksi radikalisme dan terorisme ini, sudah saatbya penguatan paham ideologi kebangsaan terus digelorakan. Tentunya, dengan menguatkan sistem politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Sehingga, ideologi pancasila yang diyakini bangsa ini, bisa membangun identitas Indonesia menjadi bangsa yang terhormat di mata dunia. Tak kalah pentingnya, ketauladanan pemimpin dalam merefleksikam keadilan, sangat dibutuhkan oleh seluruh elemen masyarakat.

"Mari kita bangun hubungan hidup yang harmonis, berdasarkan nilai ajaran yang kita anut. Hentikan segala kekerasan atas nama apapun," jelas Dedi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement