Jumat 11 May 2018 01:42 WIB

Kebijakan Penahanan Napi Terorisme Dinilai Perlu Dievaluasi

DPR menilai perlu ditinjau kembali penempatan Napiter di Rutan Mako Brimob.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Operasi pembebasan sandera Mako Brimob
Foto: Dok Mabes Polri
Operasi pembebasan sandera Mako Brimob

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Taufiqulhadi menilai, perlu ditinjau kembali penempatan narapidana kasus terorisme (Napiter) di Rutan Selemba cabang Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Hal itu disampaikan menyusul kerusuhan yang dilakukan napiter dan menewaskan lima anggota polisi pada Selasa (8/5) lalu.

"Kita nanti tinjau kembali. Setelah kunjungan Komisi III DPR ke Mako Brimob Senin (14/5) mendatang. nanti kita liat bagaiamana dan berkonsultasi bagaimana baiknya," ujarnya saat dihubungi Kamis (10/5).

Taufiqulhadi mengatakan, Komisi III DPR akan memastikan terlebih dahulu penyebab hingga terjadi kerusuhan di Rutan yang berada di kawasan pengamanan Brimob tersebut. "Kami akan melihat apa yang terjadi sesungguhnya dan kenapa bisa terjadi di tempat yang pengamanannya sangat bagus. Tapi tidak ada relevansinya Mako Brimob bisa begitu, lalu di tempat lain juga bisa begitu, makanya kami mau lihat kenapa di Mako Brimob bisa begitu," katanya.

Politikus Nasdem itu juga mendukung pemindahan ratusan napi terorisme dipindahkan ke Lapas Nusakambangan. Menurutnya, pemindahan dilakukan karena alasan pengamanan. "Itu lebih baik. Karena disana adalah memang untuk tahanan atau napi kelas berat, termasuk terorisme," ucapnya.

Hal senada disampaikan anggota Komisi III DPR lainnya, Arsul Sani, yang menilai pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan penahanan tahanan kasus terorisme. Salah satunya perlunya mendirikan rutan khusus dengan klasifikasi keamanan maksimal untuk tahanan terorisme. Rutan jenis itu kata Arsul, seperti dijumpai di beberapa negara namun tetap mengedepankan kesehatan para tahanan.

"Kalau sudah ada rutan seperti diatas, maka Mako Brimob tidak perlu digunakan lagi untuk tahanan teroris," ucapnya.

Arsul melanjutkan, hal ini diperlukan karena para tahanan kasus terorisme melekat ideologi tertentu, yang setiap saat bisa saja menjadibentuk tindakan. Seperti yang terjadi pada kerusuhan narapidana terorisme baru-baru ini.

"Mereka bisa nekat tanpa rasa takut atau kekhawatiran yang membahayakan tahanan lain maupun mereka yang berada di lingkungan komplek tahanan tersebut," ujar Arsul.

Adapun terkait kebijakan pemindahan ratusan napi terorisme ke Nusakambangan, Arsul menyebut sebagai alternatif sementara. Ia pun meminta agar Polri menambah pasukan pengamanan di Lapas Nusakambangan. "Mengingat keterbatasan petugas lapas di Nusa Kambangan maka back up pengamanan dari Polri diperlukan," ujarnya.

(Baca juga: DPR Minta Pengamanan Terhadap Napi Terorisme di Perketat)

Seperti diketahui, bentrokan antara narapidana kasus terorisme (Napiter) dengan anggota polisi terjadi di Mako Brimob pada Selasa (9/5) malam lalu. Dalam peristiwa ini, napiter sempat menguasai sebagian rutan Mako Brimob, dan menewaskan lima anggota polisi.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal menegaskan, penyebab kerusuhan berbuntut penyanderaan itu terkait soal makanan.

"Sudah sering saya sampaikan bahwa kejadian ini dipicu oleh permasalahan makan tahanan harus diverifikasi petugas, terjadi miskomunimasi di situ terjadi keributan," kata Iqbal di Kompleks Polisi Direktorat Polisi Satwa, Baharkam Polri, Kelapa Dua, Depok, Kamis (10/5).

Sejumlah situs di internet mengatasnamakan ISIS, termasuk kantor berita Al-Amaw mengaku bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Namun, Iqbal membantah hal tersebut. "Sampai saat ini kami membantah itu. Sampai saat ini insiden itu hanya dipicu permasalahan makan," kata Iqbal menegaskan.

Saat ini, Narapidana yang terlibat dalam insiden penyerangan di Mako Brimob, Depok telah dipindahkan. Iqbal mengatakan narapidana teroris telah menyerahkan diri, dan sudah dilakukan penggeledahan. Ia menambahkan, saat ini narapidana teroris tersebut sudah dalam perjalanan menuju nusakambangan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement