REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang membongkar 11 kasus penyebaran ekstremisme dan informasi ilegal dalam jaringan (daring) sebagai upaya pembersihan dunia maya di wilayah barat daratan China.
Dalam artikel yang dipublikasikan di akun WeChat, Kamis (10/5), otoritas daerah yang paling banyak dihuni etnis Uighur tersebut menemukan penyebaran informasi berupa teks, audio, dan video tentang kekerasan, terorisme, separatisme, kabar burung, berita bohong, penyerangan, dan hasutan.
Polisi menangkap seorang warga Karamay Uighur berinisial A (46), setelah kedapatan menyimpan file audio berisi terorisme pada 25 Maret 2018.
Sementara seorang pria dari etnis Han bermarga Chen (30), juga ditahan pada April lalu karena kedapatan memiliki materi audio dan video tentang terorisme di telepon selulernya.
Seorang pria beretnis Han lainnya dari Provinsi Gansu juga ditahan oleh pihak kepolisian Xinjiang pada 13 April lalu, karena menyebarkan isu bahwa teroris akan membuat kerusuhan di Kota Hotan, dan kota ini dalam pengepungan.
Peraturan mengenai penanggulangan terorisme di Xinjiang menyebutkan bahwa siapa saja yang menggunakan telepon seluler, internet, gawai penyimpanan atau media lain untuk menyebarluaskan terorisme atau ekstremisme akan dijerat dengan pasal kejahatan terorisme.
"Xinjiang telah mengesahkan peraturan yang berpijak pada Undang Undang Penanggulangan Terorisme Tahun 2016 yang memberangus segala bentuk terorisme," tulis Global Times di Beijing, Jumat.
Regulasi tersebut mendorong pembentukan tiga lembaga penanggulangan terorisme di tingkat provinsi, kabupaten, dan kecamatan. Aturan tersebut juga menginstruksikan koordinasi dari pihak kepolisian sipil, polisi bersenjata, tentara, dan milisi lokal selain lembaga kesehatan, urusan sipil, publikasi, dan telekomunikasi.
Pemerintah Cina memberikan perhatian khusus kepada etnis Uighur, terutama di wilayah Xinjiang. Beijing menuding daerah tersebut rawan disusupi oleh unsur terorisme.