Jumat 11 May 2018 10:01 WIB

Muhammadiyah: Kapolri Harus Evaluasi Rutan Mako Brimob

Mu'ti menyebutkan, seharusnya Polri utamakan investigasi terhadap penyebab kerusuhan.

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Bilal Ramadhan
Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberikan keterangan usai meninjau lokasi kerusuhan antara narapidana dan petugas kepolisian di Rutan cabang Salemba, Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Kamis (10/5).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberikan keterangan usai meninjau lokasi kerusuhan antara narapidana dan petugas kepolisian di Rutan cabang Salemba, Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Kamis (10/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Insiden kerusuhan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, pada Rabu (9/5) mengundang duka dan keprihatinan PP Muhammadiyah. Karena itu pula, PP Muhammadiyah meminta Polri untuk mengevaluasi penempatan narapidana di sana.

Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyampaikan, Muhammadiyah berdukacita kepada keluarga korban wafat dalam kerusuhan di Mako Brimob. Muhammadiyah sangat prihatin atas kekerasan yang terjadi di Mako Brimob.

Kejadian itu merupakan tamparan keras bagi aparatur keamanan, khususnya Brimob yang selama ini dianggap sebagai pasukan elite kepolisian. ''Kapolri harus segera mengevaluasi kinerja jajarannya, termasuk penggunaan Mako Brimob sebagai tempat penahanan para tersangka tindak pidana,'' tulis Mu'ti melalui keterangan tertulis pada Kamis (10/5).

Tidak ada satu pun negara di dunia ini yang terbebas dari ancaman terorisme. Peristiwa di Mako Brimob hendaknya menjadi peringatan dan pelajaran bahwa terorisme masih merupakan ancaman bagi bangsa dan negara Indonesia. ''Terorisme tidak ada kaitan dengan ajaran agama tertentu,'' ungkap Mu'ti.

Terorisme adalah ekspresi perlawanan dari mereka yang merasa diperlakukan tidak adil. Motifnya bisa karena ekonomi, politik, kebudayaan, identitas, dan ideologi, baik agama maupun politik.

Polisi, lanjut Mu'ti, seharusnya mengedepankan proses investigasi terhadap penyebab kejadian secara saksama dan bijaksana. Keterangan polisi yang simpang siur terkait penyebab kejadian bisa menurunkan kredibilitas dan kepercayaan masyarakat atas profesionalitas Polri sebagai aparatur keamanan.

Jika ternyata ditemukan kesalahan dan keteledoran, sudah seharusnya kapolri memberikan sanksi yang tegas kepada jajarannya. Karena itu, tidak seharusnya polisi langsung menumpahkan tuduhan kepada para tahanan.

Usaha pencegahan dan pemberantasan terorisme harus dilaksanakan secara komprehensif melibatkan berbagai pihak. Polisi sebagai aparatur keamanan bertanggung jawab terhadap penindakan.

Sementara itu, untuk pencegahan dapat, dilakukan oleh elemen masyarakat, termasuk organisasi agama, kepemudaan, media massa, dan sebagainya. Pendekatannya juga harus menyeluruh, baik ekonomi, politik, pendidikan, olahraga, seni-budaya, agama, maupun sebagainya.

''Tidak perlu saling menyalahkan dan mengutuk. Sekarang saatnya semua pihak saling bekerja sama,'' ungkap Mu'ti.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement