REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ratusan umat Islam yang tergabung dalam beberapa organisasi masyarakat (ormas) menggelar aksi damai di Kota Bukittinggi, Sumatra Barat, Jumat (11/5). Aksi long march dengan rute Lapangan Kantin menuju DPRD Kota Bukittinggi ini dilakukan untuk menuntut dihapuskannya diskriminasi penggunaan cadar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.
Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Penyelamat Fatwa Ulama (GNPF-Ulama) Bukittinggi dan Agam Ridho Abu Muhammad menjelaskan, tuntutan yang disampaikan dalam aksi kali ini tak jauh berbeda dengan poin-poin yang diungkapkan dalam rapat akbar ormas Islam April lalu. Poin pertama adalah tuntutan dihapuskannya diskriminasi cadar di kampus IAIN Bukittinggin terhadap seluruh civitas academica, termasuk dosen dan mahasiswi.
Kedua, memberhentikan rektor IAIN Bukittinggi dan para petinggi yang sepaham dengannya, yang dianggap melakukan maladministrasi dalam menerbitkan kebijakan pembatasan cadar. Poin ketiga, agar kampus IAIN Bukittinggi mencabut skorsing atas Hayati Syafri, dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris yang semester ini libur mengajar karena ketetapannya dalam bercadar.
"Kami tak akan mundur dari itu, tambahannya, rektor kami ingin diganti. Karena beliau terbukti, kampus tidak dengarkan aspirasi di sekitar. Beliau tidak hiraukan suara sekitarnya dan terkesan menentang masyarakat. Secara UUD pun, kebijakan yang beliau buat bertentangan," jelas Ridho, Jumat (11/5).
Ridho juga mengingatkan pihak kampus bahwa Ombudsman Perwakilan Sumbar telah secara jelas menerbitkan hasil pemeriksaan yang menyatakan adanya maladministrasi yang dilakukan Rektor IAIN Bukittinggi dalam membuat aturan soal cadar. Ormas Islam, lanjut Ridho, juga tidak ingin melihat hak-hak civitas academica di IAIN Bukittinggi justru dikebiri oleh pimpinan kampus sendiri.
Rencananya, tanggal 14 Mei 2018 mendatang perwakilan ormas Islam akan bertemu dengan Itjen Kementerian Agama untuk membahas perkembangan kasus ini. Pertemuan ini difasilitasi Pemkot Bukittinggi yang sebelumnya memang didesak melakukan mediasi antara ormas Islam dengan IAIN Bukittinggi.
"Pak wali kota (Ramlan Nurmatias) memfasilitasi kami. Beliau minta kami sampaikan langsung permintaan ke Itjen yang akan datang nanti," jelas Ridho.
Polemik cadar belum reda hingga kini. Pihak kampus juga belum merubah keputusannya dalam membatasi penggunaan cadar, meski Ombudsman Sumbar sudah menerbitkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang menyatakan Rektor IAIN Bukittinggi telah melakukan maladministrasi dalam membuat kebijakan cadar. Ormas Islam berharap, pihak kampus mampu melunak dan membuka diri terhadap hak-hak Muslimah dalam mengenakan cadar.
Sebelumnya, pimpinan IAIN Bukittinggi tidak mempermasalahkan rencana ormas Islam yang ingin melaporkan rektorat ke kepolisian. Laporan ini terkait kebijakan kampus yang membatasi penggunaan cadar di lingkungan akademik.
Kepala Biro Administrasi Umum, Akademik, dan Kemahasiswaan IAIN Bukittinggi Syahrul Wirda menyatakan, pihak kampus menghormati keputusan ormas untuk melanjutkan polemik ini ke ranah hukum. Meski menyayangkan langkah ormas, namun Syahrul menilai bahwa sebagai instansi yang taat hukum, IAIN Bukittinggi tetap akan mengikuti ketetapan hukum nantinya.
Syahrul mengingatkan pada ormas Islam jangan sampai polemik soal cadar ini justru membenturkan prinsip sesama umat Muslim. "Yang melaporkan umat Muslim, yang dilaporkan kampusnya umat Muslim. Yang dirugikan ya umat Muslim sendiri nantinya. Tapi sebagai negara hukum, boleh saja mereka melaporkan ke polisi," kata Syahrul, Ahad (29/4).