REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah meninggalnya lima personel Brigade Mobil (Brimob) dalam kericuhan di Rumah Tahanan Cabang Salemba di Markas Komando (Mako) Brimob, Kelapa Dua, Depok, belum saja usai. Diketahui, lima personel tersebut dibunuh dengan cara yang keji oleh para narapidana terorisme.
Sejumlah senjata rampasan Densus 88 dari para napi dirampas balik oleh para napi teroris dari tempat penyimpanan. Senjata berupa senjata api laras panjang dan pendek serta bom rakitan. Namun, melihat luka para polisi yang menjadi korban, yakni di bagian leher dan luka sobek di sejumlah tubuh, diduga adanya penggunaan benda tertentu untuk menghabisi nyawa para personel yang gugur.
"Infonya bukan pakai senjata tajam, pakai kaca. Sekarang sedang dipilah. Saksi-saksi sudah dipilah. Nanti akan diperiksa lagi," ujar Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (11/5).
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian mengakui adanya titik kelemahan dalam pengamanan senjata. Sehingga, terjadi perampasan oleh napi terorisme dalam insiden penyanderaan di Mako Brimob yang menyebabkan lima anggota Polri tewas.
Tito menjelaskan, lima anggota tersebut bukanlah tim penindak atau pemukul. Lima anggota ini adalah tim pemberkasan yang bertugas melakukan pemberkasan napi terorisme untuk dipersiapkan menuju persidangan. Pemberkasan dilakukan di sebuah ruangan di Mako Brimob tempat senjata sitaan dari para napi juga disimpan.
"Tapi mereka juga punya senjata perorangan, itu yang dirampas. Di samping itu ada juga barang bukti senjata yang ditaruh di situ untuk ditunjukkan kepada tersangka, itu juga yang dirampas. Selama ini mungkin dianggap enggak ada masalah sehingga dilaksanakan itu sebetulnya ada kelemahan, itu yang dirampas senjata itu, " kata Tito di Mako Brimob, Kelapa Dua, Kamis (10/5) petang.
Kejadian bermula saat Selasa (8/5) petang, terjadi keributan antara napi dan petugas. Polisi menyebut hal ini karena miskomunikasi soal makanan napi milik Wawan yang dikirim pengunjung tidak samapi ke tangan Wawan. Namun, kericuhan justru terjadi mengakibatkan sembilan petugas menjadi korban.
Lima petugas tewas, tiga terluka, dan satu disandera. Satu napi, yakni Beni Samsutrisno, ditembak saat kericuhan pecah pada Selasa (8/5) malam. Satu polisi yang disandera, Brigadir Iwan Sarjana, bebas pada Rabu (9/5) tengah malam.
Petugas melakukan operasi sterilisasi pada Rabu (9/5) hingga selesai Kamis (10/5) pagi. Dari operasi sterilisasi, sebanyak 155 tahanan yang melakukan penyanderaan dinyatakan menyerah, disampaikan melalui pengumuman oleh Menkopolhukam Wiranto didampingi Panglima TNI Hadi Tjahjanto, Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius, dan Kastaf Presiden Jenderal Purnawirawan Moeldoko. Napi pun dipindahkan ke Nusakambangan.