REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengundang pelaku usaha dan analis keuangan untuk menyampaikan kondisi perekonomian terkini baik di dalam negeri maupun global. Kepada pimpinan 40 institusi yang diundang, Sri menekankan, pondasi perekonomian Indonesia terus membaik.
"Momentum pertumbuhan cukup meningkat dari sisi permintaan dan suplai. Baik itu dilihat dari konsumsi rumah tangga, investasi, maupun ekspor kita positif meskipun impor mengalami kenaikan yang lebih cepat dari ekspor, dan ini perlu diwaspadai," ujar Sri dalam konferensi pers di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta pada Jumat (11/5).
Sri mengaku, dalam beberapa pekan terakhir, gejolak perekonomian di dalam negeri dan global meningkat karena kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve yang menaikkan tingkat suku bunga. Begitu juga karena ketegangan perdagangan AS-Cina, kebijakan fiskal AS, maupun faktor geopolitik seperti isu Korea Utara dan perjanjian nuklir AS dengan Iran. Dia mengatakan hal itu membuat arus modal keluar dari berbagai negara di dunia menuju AS.
Selain itu, juga terjadi peningkatan imbal hasil obligasi negara, dan juga pada bursa saham. Sri menyebut, fenomena ini adalah penyesuaian untuk menuju keadaan normal yang baru.
Sri mengaku, kinerja APBN 2018 semakin kuat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal itu menghasilkan ruang fiskal yang bisa digunakan untuk menjaga perekonomian dari gejolak eksternal. Ia merinci, hingga akhir April 2018 defisit APBN mencapai Rp 55,1 triliun. Angka itu lebih kecil dibandingkan defisit APBN periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 72,2 triliun.
Penerimaan perpajakan hingga April 2018 mencapai Rp 416,9 triliun dengan pertumbuhan sebesar 11,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jika tidak menyertakan untuk penerimaan dari program Amnesti Pajak, maka pertumbuhan penerimaan perpajakan mendekati 15 persen.
Realisasi pembiayaan APBN 2018, hingga akhir April adalah sebesar Rp 188,7 triliun atau 57,9 persen dari pagu pembiayaan. Realisasi ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 195,4 triliun.
"Posisi SILPA sampai April tahun ini lebih tinggi Rp 133,6 triliun dibanding tahun lalu yang sebesar Rp 123,2 triliun. Dengan demikian, posisi kas pemerintah dalam kondisi yang cukup memadai," ujarnya.
Sri mengaku, akan terus menjaga pelaksanaan APBN untuk mendukung stabilitas perekonomian dan memberikan kepercayaan diri pada masyarakat, pelaku usaha, dan pasar. Hal itu dengan menggunakan instrumen perpajakan untuk mendorong investasi dan eskpor seperti fasilitas tax holiday, tax allowance, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
"Kami menekankan, pemerintah bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan akan terus kerja sama memonitor dan mengawasi perekonomian Indonesia agar tetap terjaga stabilitas dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi," ujarnya.