REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin mengaku telah melakukan survei internal mengenai penanganan kesemrawutan di kawasan Tanah Abang. Dari survei itu, kata ia, hanya sekitar satu persen warga yang mengeluhkan kesemrawutan ini.
"Jadi pertanyaan nggak tentang Jatibaru tapi permasalahan Tanah Abang penanganan kesemrawutan Tanah Abang itu apakah menjadi kekhawatiran, menjadi concern dari masyarakat di DKI. Jawabannya di bawah lima persen, kira-kira satu something percent," kata Sandiaga di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Sabtu (12/5).
Menurut Sandiaga, 67 persen warga Jakarta menginginkan lapangan pekerjaan yang terjamin. Sebanyak 75-89 persen telah mengetahui program One Kecamatan One Center of Enterpreneurship, namun belum dapat menyambungkan OK OCE dengan lapangan kerja.
Kendati demikian, Sandiaga enggan menjelaskan dari mana data survei tersebut diambil. Ia mengatakan tidak akan pernah mempublikasikan pihak yang andil melakukan survei. "Ini yang saya selalu pakai baik waktu dua tahun sebelum, pokoknya survei nih kita pakai untuk policy kita bukan untuk kita membangga-banggakan," ujar dia.
Sandiaga menyatakan survei itu tidak diselenggarakan oleh Jakarta Smart City (JSC), sebab survei JSC telah dilaporkan setiap pekan. Namun, keduanya memberikan hasil yang sinkron.
"Itu nyambung apa yang ada di smart city yang menjadi sattu keharusan di sana. Karena nyambungnya dikatakan nyambungnya di situ. Kalau kita perhatikan dan kita protect dia punya jobs, lapangan kerja itu nyambung dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat," ujar dia.
Masalah penataan Tanah Abang memicu polemik. Penutupan Jalan Jati Baru menuai protes dari para sopir yang melintas di kawasan tersebut. Sejumlah sopir bahkan sempat mengancam akan menggugat pemprov DKI.
Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya tetap keukeuh meminta Jalan Jatibaru di Tanah Abang dikembalikan fungsinya sebagai jalan umum. Relokasi pedagang kaki lima (PKL) di sana harus dilakukan segera tanpa menunggu pembangunan sky bridge yang diperkirakan masih lama.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Dominikus Dalu mengatakan, laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) dari Ombudsman tidak berubah untuk meminta relokasi PKL. Jika itu dilakukan setelah pembangunan sky bridge, publik yang akan dirugikan karena harus menunggu terlalu lama.