REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pemimpin politik senior Hamas Ismail Haniya dengan delegasi tingkat tinggi telah melakukan perjalanan ke Kairo. Mereka ingin mengadakan pembicaraan dengan pejabat senior Mesir tentang perkembangan di wilayah Palestina.
Dilansir Aljazirah, Senin (14/5), Hamas mengatakan delegasi telah menerima undangan dari Mesir. Agenda akan mencakup pembicaraan terkait pemindahan kedutaan AS yang dijadwalkan berlangsung pada hari ini, Senin (14/5).
Menurut juru bicara Hamas Fawzi Barhoum, Haniya juga diharapkan membahas perjanjian rekonsiliasi Hamas-Fatah yang telah terhenti selama berbulan-bulan.
Hamas mengatur Jalur Gaza, daerah kantong berpenduduk padat yang berbatasan dengan Mesir dan Israel. Jalur ini telah menghadapi berbagai pertempuran sejak 2008.
Keputusan yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump pada Desember lalu telah membuat marah warga Palestina. Mereka menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka.
Ribuan warga Palestina diperkirakan akan melakukan aksi protes dari seluruh wilayah Palestina yang diduduki pada Senin. Termasuk Jalur Gaza sebagai bagian dariGreat March of Return
Great March of Return termasuk aksi unjuk rasa yang merupakan bagian dari protes selama berpekan-pekan. Aksi ini akan memuncak pada 15 Mei.
Warga Palestina menyebut hari itu sebagai Nakba atau "Bencana". Ini merujuk pada pendirian Israel pada 1948, ketika 750 ribu warga Palestina dipaksa meninggalkan Palestina.
Sejak protes dimulai pada 30 Maret, pasukan Israel telah menewaskan sedikitnya 49 orang Palestina di daerah kantong pantai, dan melukai lebih dari 8.500 orang.
Selama beberapa dekade terakhir, Mesir telah bergabung dengan Israel dalam memberlakukan blokade. Blokade telah menyebabkan hampir dua juta penduduk Gaza kehilangan akses pada kebutuhan pokok, termasuk makanan, bahan bakar, dan obat-obatan.
Fatah, yang dipimpin oleh Otoritas Palestina di Ramallah menandatangani perjanjian rekonsiliasi dengan Hamas di bawah pengawasan Mesir pada Oktober 2017. Tetapi syarat-syarat perjanjian yang ditandatangani di ibukota Mesir itu belum dilaksanakan.
Hubungan antara kedua belah pihak mencapai titik terendah baru pada Maret ketika Fatah menyalahkan Hamas atas sebuah ledakan yang menargetkan konvoi Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah selama kunjungan ke Jalur Gaza.