Senin 14 May 2018 17:41 WIB

BIN, Polri, TNI Perlu Perkuat Koordinasi Perangi Teroris

BIN hendaknya bisa lebih berkoordinasi dengan Polri.

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Andi Nur Aminah
Polisi mengamankan lokasi parkir sepeda motor tempat ledakan bom terjadi di Gereja Pantekosta, Surabaya (ilustrasi)
Foto: Trisnadi/AP
Polisi mengamankan lokasi parkir sepeda motor tempat ledakan bom terjadi di Gereja Pantekosta, Surabaya (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Peneliti Pusat Penelitian Politik di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Diandra Megaputri Mengko menilai kerusuhan di Rumah Tahanan Mako Brimob dengan serangan bom bunuh diri di sejumlah gereja di Surabaya, Jawa Timur menjadi salah satu titik kritik bagi Badan Intelijen Negara (BIN). Hal ini menjadi bahan evaluasi di mana koordinasi antarlembaga tidak terlihat.

Setiap terjadi serangan teror, Diandra mengatakan, BIN biasanya menjawab mereka sudah mengetahuinya tapi tidak ditindak kepolisian. Atau mereka memerlukan kewenangan lebih untuk mendeteksi dan menangkap pelaku teror. Dia mengatakan, tanpa perlu memperbesar kewenangan, BIN hendaknya bisa bekerja sama dengan Polri. Apalagi lembaga ini dipimpin mantan aparat kepolisian. "Harapannya BIN lebih bisa berkoordinasi dengan Polri," kata Diandra ditemui di Denpasar, Senin (14/5).

Peneliti dari Universitas Pertahanan ini mengatakan TNI bisa dilibatkan menangani terorisme, namun tetap mengikuti aturan yang ada. Presiden berwenang melakukan pengerahan berupa tugas perbantuan militer di mana keputusan Presiden dilakukan bersama dengan persetujuan DPR.

Dengan aturan perbantuan yang lebih kuat jika dibuatkan dalam bentuk undang-undang (UU), maka TNI bisa membantu polisi. Tugas perbantuan militer ini, Diandra mengatakan, membuat pemerintah tak harus tergesa-gesa mengesahkan UU Terorisme atau mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). "Kekuatan TNI sebagai standby force bisa digunakan untuk membantu kepolisian. Kita bisa mengerahkan militer dalam perbantuan untuk beberapa hal tertentu," sebutnya.

UU Tugas Perbantuan Militer ini, Diandra mengatakan, sudah menjadi pekerjaan rumah pemerintah sejak lama. Harapannya UU ini mengatur peraturan lebih detail, seperti berapa lama TNI dilibatkan, sejauh apa pelibatannya, dan siapa yang menjadi komando dalam hal perang melawan terorisme.

Diandra mengatakan pelaksanaan tugas perbantuan TNI harus didasari keputusan politik presiden. Di dalamnya harus tercantum tujuan spesifik dari tugas tersebut supaya tujuan pelaksanaan tugas perbantuan tidak melebar, tidak sesuai dengan ketentuan hukum atau kontraproduktif terhadap profesionalisme militer itu sendiri. 

Kehidupan adalah anugerah berharga dari Allah SWT. Segera ajak bicara kerabat, teman-teman, ustaz/ustazah, pendeta, atau pemuka agama lainnya untuk menenangkan diri jika Anda memiliki gagasan bunuh diri. Konsultasi kesehatan jiwa bisa diakses di hotline 119 extension 8 yang disediakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes juga bisa dihubungi pada 021-500-454. BPJS Kesehatan juga membiayai penuh konsultasi dan perawatan kejiwaan di faskes penyedia layanan
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement