REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Rektor Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Prof Mohammad Nasih mengakui pelaku teror bom bunuh diri, Dita Oepriarto, pernah mengenyam pendidikan di kampusnya. Namun, pelaku teror bom di tiga gereja itu dikeluarkan (drop out) dari Unair pada tahun pelajaran 1993/1994 karena hasil belajarnya tidak memenuhi standar.
(Baca: Rektor Enggan Unair Dikaitkan dengan Dita Oepriarto)
Nasih mengatakan, Dita dengan nomor induk mahasiswa (NIM) 049114141P masuk kuliah tahun 1991 sebagai mahasiswa D-3 Program Studi (Prodi) Manajemen Pemasaran, bukan D-3 Akuntansi yang ramai diinformasikan di media sosial. "Dita di-DO Unair karena indeks pretasi komulatifnya (IPK) tidak memenuhi syarat," kata Nasih.
Nasih menjelaskan, pada semester satu perkuliahan, Dita hanya mendapat indeks prestasi (IP) 1,33 karena hanya menyelesaikan tujuh satuan kredit semester (SKS). Pada semester dua, Dita meraih IP 1,11 dan semester selanjutnya hanya meraih IP nol koma.
"Dari total 110 satuan kredit semester (SKS) yang seharusnya ditempuh, Dita hanya 47 SKS dengan IPK 1,47. Karena tidak memenuhi standar nilai, Dita di-DO Unair," ucapnya.
Selain itu, kata Nasih, berdasar penelusuran tim akademik Unair, Dita tidak pernah aktif dalam kegiatan organisasi mahasiswa, baik senat mahasiswa, badan eksekutif mahasiwa (BEM) universitas maupun fakultas, hingga unit kegiatan mahasiswa (UKM).
"Yang bersangkutan juga bukan jamaah kajian masjid kampus lingkungan Unair," ujarnya.
Dengan latar belakang tersebut, lanjut Nasih, sangat tidak relevan mengaitkan Dita dengan institusi Unair. Sebab, pihaknya yakin Dita punya guru atau pembimbing yang sangat berpengaruh di luar sana dibanding dosen waktu berkuliah.
Selebihnya, dia meminta semua pimpinan dan civitas academica Unair tetap bersatu dan tidak memberi peluang tumbuh kembangnya ideologi atau perilaku teror yang tidak beradab. "Kalau ada mahasiswa yang IP-nya jelek, tolong dosen walinya mengecek sebabnya dan memberi pembinaan khusus," katanya.