REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjan Pol Machfud Arifin mengungkapkan, anak-anak pelaku teror bom di Surabaya dan Sidoarjo tidak pernah bersekolah. Saat ditanya oleh para tetangga sekitar, anak-anak tersebut disebut menjalani pendidikan lewat jalur sekolah rumah (homeschooling).
"Mereka tidak sekolah, homeschooling. Hanya kalau ditanya orang anak-anak ini diminta menjawab mereka sekolahnya homeschooling. Padahal tidak ada sekolah," kata Machfud di Mapolda Jatim, Selasa (15/5).
Machfud menyatakan, pernyataan tersebut didapat setelah berkomunikasi dengan anak pelaku yang selamat pada teror di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo. Menurutnya anak-anak tersebut mengaku tidak sekolah, tapi selalu menyatakan kepada tetangganya bahwa mereka homeschooling.
Menurutnya, anak-anak tersebut dikurung oleh orang tuanya agar tidak berinteraksi dengan orang sekitar. Saat di rumah, anak-anak tersebut didoktrin khusus lewat video-video dan film-film yang berisi tontonan radikalisme.
"Jadi supaya mereka tidak berinteraksi dengan masyarakat lain. Jadi hanya berinteraksi dengan bapaknya dan ibunya saja. Doktrin-doktrin terus dilakukan dengan video-videonya dan dengan film-film radikal," ujar Machfud.
Machfud juga mengungkapkan, tiga keluarga yang merupakan pelaku tiga rangkaian bom di Surabaya dan Sidoarjo merupakan satu jaringan. Ketiga keluarga tersebut rutin menggelar pengajian bersama, setiap Ahad, di rumah Dita Oepriarto.
"Yang Sidoarjo itu, sering ikut pengajian, yang dua anaknya. Kecuali yang anak yang pertama itu nggak. Dia ikut neneknya," kata Machfud.