Rabu 16 May 2018 11:06 WIB

Neraca Dagang Defisit, Rupiah Kembali Letoi

Pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh sentimen eksternal.

Red: Teguh Firmansyah
Neraca Perdagangan April Defisit. Truk membawa peti kemas dari Pelabuhan New Priok Kalibaru, Jakarta (ilustrasi).
Foto: Republika/ Wihdan
Neraca Perdagangan April Defisit. Truk membawa peti kemas dari Pelabuhan New Priok Kalibaru, Jakarta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu pagi, bergerak melemah sebesar 35 poin menjadi Rp 14.065 dibandingkan posisi sebelumnya Rp 14.030 per dolar AS.

Ekonom Samuel Sekuritas, Ahmad Mikail, di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa dolar AS bergerak menguat terhadap sejumlah mata uang dunia didorong meningkatnya yield obligasi Amerika Serikat (AS) menjadi 3,06 persen untuk tenor 10 tahun.

"Kenaikan yield itu salah satunya didorong oleh naiknya kepercayaan investor bahwa tingkat suku bunga (bank Sentral AS) The Fed akan naik empat kali pada tahun ini," kata dia.

Di sisi lain, lanjut dia, pelemahan nilai tukar rupiah juga didorong data neraca perdagangan yang kembali defisit. Neraca perdagangan Indonesia pada April 2018 mengalami defisit 1,63 miliar dolar AS seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi domestik.

Secara kumulatif Januari-April 2018, neraca perdagangan Indonesia tercatat defisit 1,31 miliar dolar AS.

Sementara itu,a nalis Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah masih terpengaruh oleh sentimen eksternal, salah satunya prospek kenaikan suku bunga The Fed. "Minimnya sentimen positif di dalam negeri juga turut menjadi faktor yang menahan laju rupiah untuk terapresiasi," kata Reza.

Ia menambahkan, selain faktor meningkatnya imbal hasil obligasi AS, antisipasi pelaku pasar uang pada data tingkat konsumsi AS yang diperkirakan naik turut berimbas pada kembali terapresiasinya dolar AS.

Aksi teror

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengungkapkan, rentetan aksi teror bom di Jawa Timur pada Ahad lalu hanya sedikit memengaruhi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing di mata investor.

Menurut Agus, secara umum memang ada sedikit dampak ekonomi jika dunia internasional melihat adanya gangguan keamanan di Indonesia. Namun, berkaca dari kejadian-kejadian sebelumnya, pengaruh dari insiden teror seperti pada Ahad (13/5) hanya minim. "Serangan bom kemarin hanya memberikan sedikit pengaruh kepada nilai tukar rupiah," ujar Agus, Senin (14/5).

Baca juga,  Kurs Rupiah Tembus Level Rp 14 Ribu per Dolar AS.

Agus mengatakan, sejauh ini fundamental ekonomi Indonesia dalam keadaan baik. Dia meminta agar masyarakat tidak panik dan tetap tenang menghadapi volatilitas nilai tukar yang terjadi dalam beberapa hari terakhir. "BI dipastikan akan selalu berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Kalaupun sudah menyentuh nilai tukar Rp 14 ribu per dolar AS, itu sesuatu yang kalau secara presentasi kecil dan negara lain ada yang lebih buruk dari negara kita," kata Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement