REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Yordania pada Rabu (16/5) mendesak Uni Eropa (UE) agar mengakui Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota Palestina. Ini merupakan prasyarat bagi terwujudnya perdamaian dan kestabilan di Wilayah Timur Tengah.
Demikian laporan kantor berita resmi Yordania, Petra, mengutip pernyataan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi dalam satu pertemuan dengan duta besar negara anggota UE di Ibu Kota Yordania, Amman.
Dalam pertemuan itu, ia menyerukan tindakan segera mendukung pembentukan satu komite internasional guna menyelidiki pembantaian yang dilakukan oleh pasukan keamanan Israel terhadap warga sipil Palestina di Jalur Gaza.
Menteri tersebut mengatakan kejahatan yang terus dilakukan oleh Israel tanpa reaksi apa pun intternasional akan mengarah kepada lingkaran baru kekerasan, yang akan mempengaruhi wilayah itu, Eropa dan seluruh dunia. "Kestabilan Timur Tengah penting bagi kestabilan internasional," ujarnya.
Tindakan Israel dan tak-adanya penyelesaian bagi konflik Palestina-Israel, kata ia, menambah parah situasi dan meningkatkan kekecewaan. Hal ini mengakibatkan kian banyaknya kerusuhan dan ekstremisme.
Safadi menyeru masyarakat internasional agar memikul tanggung-jawab moral dan hukumnya dari agresi dan tindakan tidak sah Israel terhadap rakyat Palestina.
Ia menegaskan, Yerusalem adalah kunci bagi perdamaian dan mewujudkan hak sah rakyat Palestina. Yordania akan melancarkan semua upayanya untuk memelihara tempat suci di Yerusalem.
Menteri tersebut juga mengutuk tindakan AS memindahkan kedutaan besarnya di Israel ke Yerusalem dan mengakui kota suci itu sebagai ibu kota Israel. Ia menambahkan Yordania akan berusaha bersama negara Arab, UE dan semua mitra internasional guna mewujudkan perdamaian --yang dilandasi atas penyelesaian dua-negara sejalan dengan gagasan perdamaian Arab dan resolusi sah internasional.
Sementara itu gerilyawan Syiah Yaman Al-Houthi --yang menguasai Yaman Utara-- dengan keras mengutuk Amerika Serikat karena membuka kedutaan besarnya di Yerusalem."Tindakan mencolok tersebut dilakukan sebagai pengumuman perang melawan bangsa Arab dan umat Muslim," kata pernyataan itu --yang disiarkan oleh kantor berita yang dikuasai Al-Houthi, Saba.
"Keputusan AS akan memiliki konsekuensi buruk tanpa batas atas wilayah ini," katanya.
Pada Senin (14/5), Amerika Serikat membuka kedutaan besarnya di Yerusalem. Insiden itu menyulut bentrokan berdarah di sepanjang perbatasan Palestina-Israel, sehingga menewaskan tak kurang dari 55 orang Palestina dan melukai lebih dari 2.700 orang.