REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kementerian Keuangan AS pada Rabu (16/5) menjatuhkan sanksi ke pemimpin Hizbullah serta beberapa orang lainnya. Penjatuhan sanksi ini dinilai akan mengganggu kemampuan kelompok tersebut.
Sanksi yang dijatuhkan bersama sekutu AS di Teluk, ditujukan kepada pemimpin Hizbullah Sayyed Hasan Nasrallah, Wakil Sekretaris Jenderal Naim Qasim dan empat orang lagi serta satu kelompok terpisah.
"Rancangan ini ditujukan ke Hizbullah dan Iran yang merusak kestabilan di wilayah itu," kata Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin di dalam pernyataan tersebut.
Akibat tindakan ini, semua harta dan kepentingan yang dimiliki oleh mereka diblokir. Warga negara AS secara umum juga dilarang melakukan transaksi dengan mereka.
"Itu adalah babak baru hukuman atas Iran dan hubungan luar negerinya oleh Washington setelah pengumuman Presiden AS Donald Trump mengenai penarikan diri dari kesepakatan bersejarah nuklir Iran pekan lalu," demikian laporan Xinhua.
Selain itu, keenam negara sekutu AS yang tergabung dalam TFTC --yaitu Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar dan Uni Emirat Arab-- juga membidik kesatuan dan orang-orang berhubungan dengan Hizbullah. Mereka sudah dimasukkan ke dalam daftar hitam AS.
TFTC dibentuk pada Mei 2017 dan diresmikan oleh Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz As-Saud dan Trump di sisi Pertemuan Puncak Amerika-Arab-Islam tahun lalu.
Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) juga memberlakukan sanksi terhadap gubernur bank sentral Iran. Sanksi juga diberikan kepada sebuah bank yang berbasis di Irak yang melakukan transaksi untuk Garda Revolusi elit Iran.
Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin menuduh Gubernur bank sentral Iran Valiollah Seif secara terselubung menyalurkan uang atas nama lembaga penjaga revolusioner, Pasukan Quds (IRGC-QF), melalui Al-Bilad Islamic Bank. Pengiriman uang itu untuk memperkaya dan mendukung agenda kekerasan dan radikal Hizbullah.