REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bagian Temuan dan Laporan Bawaslu, Yusti Erlina mengatakan ada sejumlah bukti yang menguatkan pelanggaran pidana pemilu oleh dua petinggi Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Bukti-bukti ini terungkap dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh Bawaslu baru-baru ini.
Menurut Yusti, berdasarkan proses pemanggilan sejumlah pihak yang dimintai keterangan oleh Bawaslu, terungkap bahwa ada dua nama yang memerintahkan pemasangan iklan PSI. Keduanya yakni Sekretaris Jenderal (Sekjen), Raja Juli Antoni dan Wakil Sekjen, Chandra Wiguna.
"Hingga kemarin proses pemanggilan itu yang cukup alat bukti adalah dua orang ini. Untuk keduanya sudah cukup alat bukti," ujar Yusti kepada wartawan di Media Center Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (17/5).
Yusti melanjutkan, bukti-bukti yang ada antara lain, ada tanda pemesanan dari yang bersangkutan. "Tanda pemesanan atas nama dua orang tersebut. Kemudian pengakuandan keterangan dari yang bersangkutan bahwa memang mereka menginisiasi untuk memasang iklan," jelasnya.
Bukti ini dikuatkan oleh keterangan saksi, salah satunya dari media cetak yang memuat iklan PSI. "Sementara itu, Ketua Umum PSI, Grace Natalie, belum memenuhi unsur itu. Tetapi tidak menutup kemungkinan nanti pada proses penyidikannya bisa jadi kondisinya sama," katanya.
(Baca: Bawaslu Serahkan Berkas Pelanggaran Pemilu PSI ke Bareskrim)
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Abhan mengatakan ada dua pengurus inti PSI yang terbukti menginisiasi pelaksanaan kampanye di luar jadwal oleh parpol tersebut. Atas perilakunya, kedua pengurus DPP PSI itu terancam sanksi pidana penjara.
"Bahwa perbuatanSekretaris Jenderal (Sekjen) Raja Juli Antoni dan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Chandra Wiguna yang melakukan kampanye di luar jadwal melalui iklan di Harian Jawa Pos pada 23 April lalu merupakan tindak pidana pemilu yang melanggar ketentuan pasal 492 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017," jelas Abhan dalam konferensi pers di Media Center Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis.
Atas perbuatannya itu, lanjut Abhan, kedua petinggi PSI ini terancam sanksi pidana penjara maksimal selama satu tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta. "Keduanya terancam sanksi pidana tersebut, jika memang dalam persidangan nanti terbukti menguatkan kesalahan keduanya," tegas Abhan.
Dia lantas menjelaskan, elemen dalam iklan kampanye yang menguatkan pelanggaran tindak pidana pemilu. Dalam iklan antara lain terdapat materi ajakan untuk berpartisipasi dalam polling yang digelar oleh PSI, materi alternatif capres dan cawapres serta kabinet kerja Presiden Joko Widodo periode 2019-2024, foto Joko Widodo, lambang PSI, nomor urut PSI sebagai peserta Pemilu 2019.
"Hal ini termasuk dalam kegiatan melakukan kampanye sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 35 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Di mana kampanye diartikan sebagai penyampaian visi, misi, program dan/citra diri," tutur Abhan.
Abhan menambahkan, temuan ini sudah diteruskan kepada Bareskrim Polri pada Kamis pagi. "Kami sudah melaporkan dan laporan sudah diterima. Nanti pihak Bareskrim Polri yang akan melanjutkan," tambah Abhan.
(Baca juga: Bawaslu: Sekjen dan Wasekjen PSI Terancam Hukuman Penjara)
Sementara, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Raja Juli Antoni, mengatakan pihaknya kecewa dengan keputusan Bawaslu yang melaporkan pihaknya terkait pelanggaran pidana pemilu. PSI juga merasa dizalimi oleh Bawaslu atas pelaporan tersebut.
"Pada prinsipnya, kami menghormati keputusan Bawalsu yang melimpahkan kasus iklan polling kami ke pihak kepolisian. Namun, kami juga merasa kecewa dan dizalimi atas hal ini, " ujar Raja Juli dalam konferensi pers di Kantor DPP PSI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (17/5).
Hal ini, kata dia, merujuk kepada laporan-laporan dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh sejumlah parpol lain. Dugaan pelanggaran ini sempat dilaporkan kepada Bawaslu beberapa hari lalu. "Kok tidak ada tindak lanjut atas laporan itu. Sebagai parpol baru kami merasa dizalimi dan dikerjai," lanjutnya.
(Baca juga: Dilaporkan ke Polisi oleh Bawaslu, PSI Merasa Dizalimi)