REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, kinerja APBN 2018 belum mampu memberikan stimulus pada perekonomian nasional. Hal itu kendati defisit APBN per April 2018 dapat dijaga di level Rp 55,1 triliun atau 0,37 persen.
"Salah satu implikasi untuk mengendalikan defisit anggaran adalah penyerapan anggaran hingga April menjadi kurang maksimal. SILPA-nya cukup besar dibanding posisi yang sama tahun sebelumnya," ujar Bhima ketika dihubungi Republika, Kamis (17/5).
Bhima menyebut, posisi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) sampai April tahun ini adalah Rp 133,6 triliun. Sementara, tahun lalu untuk periode yang sama angka SILPA yakni Rp 123,2 triliun.
Bhima mengaku, dengan serapan anggaran yang kurang optimal, maka kontribusi belanja pemerintah di kuartal pertama 2018 hanya 6,31 persen terhadap PDB. Angka itu lebih rendah dari kuartal pertama 2017 yakni 6,56 persen. Sementara, pertumbuhan belanja pemerintah hanya 2,7 persen.
"Efeknya ke konsumsi rumah tangga juga yang tumbuh stagnan 4,96 persen pada kuartal pertama 2018. Jadi kesimpulannya realisasi APBN belum menjadi stimulus bagi perekonomian nasional," ujarnya.