REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Organisasi kesejahteraan satwa internasional Four Paws bersama mitranya Jejak Pulang dan Pemerintah Indonesia mendirikan Sekolah Hutan atau School Forest di kawasan hutan seluas 100 hektare lebih di Wanariset, Samboja, Kalimantan Timur. Sekolah ini menjadi tempat mengajari orangutan aga bisa bertahan hidup di alam liar.
"Sekolah Hutan ini tempat kita mengajari orangutan yang jinak dan tergantung kepada manusia menjadi orangutan yang liar dan mandiri dan bisa bertahan hidup di alam," kata Dr Signe Preuschoft di Samboja, Kamis (17/5).
Dr Preuschoft mengepalai proyek rehabilitasi ini sejak pertama kali dimulai lebih kurang setahun lalu. Sebagai siswa angkatan pertama adalah delapan orangutan Kalimantan Timur (Pongo pygmaeus morio) usia antara 11 bulan hingga 9 tahun.
Untuk memudahkan, para pengasuh memberi nama orangutan-orangutan tersebut. Mereka adalah Amalia, betina 7 tahun; Eska, jantan 5 tahun; Cantik, betina 3,5 tahun; Gonda, jantan 17 bulan; Robin, jantan 9 tahun; Tegar, jantan 20 bulan; Gerhana, jantan 11 bulan, dan Kartini, betina 18 bulan.
Menurut catatan Four Paws-Jejak Pulang, kedelapan orangutan adalah korban dari industri perkebunan kelapa sawit, pembalakan hutan, dan pertambangan batubara. Selu "Kartini diselamatkan ke Wanariset pada tanggal 21 April lalu, tepat pada Hari Kartini, karena itulah ia dikasih nama Kartini," jelas Dr Preuschoft.
Kartini datang ke Wanariset benar-benar sebagai orangutan liar dan tidak suka keberadaan manusia. Menurut Dr Preuschoft, kemungkinan besar induknya terbunuh, dan karena itu juga ia harus diselamatkan, sebab orangutan yatim piatu yang belum dewasa tidak akan bertahan lama di alam liar.
Di Sekolah Hutan para instruktur mengajari para orangutan memanjat, memilih dan mencari makanan, mengenali musuh alami, sampai membuat sarang. Pelajaran memanjat diperlukan oleh para bayi seperti Gonda dan Teguh, juga Cantik, dan Gerhana.
"Kalau Amalia sudah bisa bikin 'sarang' dari apa saja yang ditemukannya, apakah daun dan ranting, atau bahkan handuk, bikin dia tidur enak kalau malam, tapi masih sangat tergantung pada manusia," kata Preuschoft. Ia merujuk kepada latar belakang Amalia yang dulunya tinggal di dalam kandang di kebun binatang pribadi.
Sekolah Hutan Four Paws-Jejak Pulang didirikan bersama dengan Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) dan Balai Konservasi Sumbe Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur. Kedua Balai adalah perwakilan resmi Pemerintah Indonesia.
Menurut Kepala Balitek KSDA Ahmad Gadang Lahan hutan penelitian milik Balitek di Wanariset menjadi tempat sejumlah fasilitas sekolah didirikan. Dengan sendirinya juga seluruh aktivitas di Sekolah Hutan adalah penelitian dan pada gilirannya nanti menjadi sumbangan bagi upaya-upaya pelestarian satwa, terutama orangutan tersebut.
"BKSDA terlibat penuh sebab ini tentang satwa yang terancam punah," kata Kepala BKSDA Sunandar Trigunajasa. Sesuai UU Nomor 5/1990, kewenangan teknis seperti menyelamatkan, memindahkan, ada pada BKSDA. "Apalagi kebanyakan orangutan yang harus ada di tempat rehabilitasi ini dulunya korban konflik dengan manusia," tegas Sunandar.
Selain oleh Four Paws-Jejak Pulang, sekolah hutan semacam ini juga diselenggarakan oleh Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF). Bukan kebetulan, BOSF juga berlokasi di Kecamatan Samboja. Sekolah Hutan BOSF sampai tahun 2018 ini sekurangnya sudah meluluskan 100 orangutan kembali ke alam.