REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Liga Arab menyerukan penyelidikan independen atas kejahatan pasukan Israel terhadap kematian puluhan demonstran di perbatasan Gaza, Palestina.
"Kami menyerukan penyelidikan internasional yang kredibel mengenai kejahatan yang dilakukan oleh pendudukan," kata Ketua Liga Arab Ahmed Aboul Gheit berbicara pada pertemuan luar biasa para menteri luar negeri Arab di Kairo seperti dilansir di Arab News, Kamis (17/5).
Pada Senin (14/5) lalu pasukan Israel menewaskan sekitar 60 warga Palestina. Korban adalah bagian dari puluhan ribu warga Palestina yang memprotes pemindahan Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) untuk Israel di Yerusalem.
Menurut Gheit, Liga Arab kini berhadap andengan agresi terang-terangan yang dilakukan Israel terhadap hukum internasional, termasuk soal legitimasi pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel Al-Jubeir menegaskan Kerajaan tak ragu mendukung perjuangan rakyat Palestina menuntuk hak-hak yang sah.
Dalam pidato pembukaannya di Liga Arab, Al-Jubeir mengatakan, Kerajaan menyesalkan keputusan pemerintah AS memindahkan kedutaannya di Tel Aviv ke Yerusalem. Arab Saudi menolak langkah pemindahan kedubes itu.
"Langkah yang mewakili bias signifikan terhadap hak-hak historis dan permanen rakyat Palestina di kota itu," ujar dia.
Al-Jubeir menegaskan masalah Palestina adalah persoalan utama Arab Saudi hingga rakyatnya mendapat semua hak mereka yang sah. Menurut dia, saat ini hal terpenting adalah pembentukan negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.
Kerajaan, kata Jubeir, mengutuk penargetan warga sipil Palestina oleh pasukan pendudukan Israel. Ia mendesak komunitas internasional memikul tanggung jawab menghentikan kekerasan dan melindungi rakyat Palestina.
Puluhan ribu pengunjuk rasa berkumpul di sepanjang perbatasan Gaza dengan Israel sejak 30 Maret 2018. Mereka menyerukan agar para pengungsi Palestina dapat kembali ke rumahnya.
Pasukan Israel menewaskan sekitar 116 warga Palestina sejak protes dimulai, sementara satu tentara Israel dilaporkan terluka. Kematian 60 pemrotes pada Senin (14/5) lalu, telah membagi pendapat atas aksi di jalur Gaza.
Ada kemarahan meluas di Israel, ada juga kekecewaan terhadap Hamas, faksi politik dominan di jalur itu.
Seorang ibu dari dua anak, Ghada Al-Serhi (39 tahun) mengaku turut ambil bagian dalam demonstrasi mingguan dengan suami dan saudara laki-lakinya.
"Setiap orang di bawah pendudukan harus menderita sampai pembebasan tercapai. Ya, ada banyak korban, tetapi haruskah kita hidup di bawah penindasan, dalam situasi yang tidak memenuhi standar minimum untuk kehidupan yang bermakna?Israel adalah penjajah.Kita harus menghadapi mereka," tutur Al-Serhi.
Warga lainnya, Mohammed Al-Riyashi (25 tahun) mengaku tidak mendukung aksi protes. Sebab, hal itu malah memudahkan tentara Israel membunuh pemuda-pemudi Palestina.
"Kita membutuhkan seseorang yang akan menyelamatkan kita dari situasi tragis di mana kita hidup, bukan seseorang yang akan membuat kehidupan menjadi lebih sulit dan kejam," kata Al-Riyashi.