REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku tidak ingin gegabah terkait pemakaman jenazah pelaku teror bom di Surabaya. Sebab, warga Putat Jaya menolak jika jenazah-jenazah pelaku teror dimakamkan di TPU Putat Jaya.
Wanita yang akrab disapa Risma itu mengatakan, dirinya tidak ingin proses pemakaman pada pelaku teror justru menimbulkan gesekan baru di masyarakat. "Kalau sekarang saya gak berani karena gimana dimakamkan, di sana juga ada keluarganya yang korban. Saya gak berani karena itu gesekannya nanti besar. Kalau gesekannya dengan masyarakat kan berat saya," ujarnya di Convention Hall Arif Rachman Hakim, Surabaya, Jumat (18/5).
Risma mengatakan, dirinya akan menunggu fatwa MUI. Ia melanjutkan, jika nantinya fatwa MUI memaksanya harus menemui masyarakat dan membujuk masyarakat untuk mau memakamkan jenazah terduga teroris, dia akan melakukannya. Jika belum ada fatwa MUI, Risma menyatakan tidak berani menemui masyarakat dan meminta legawa menguburkan para jenazah.
"Nanti kalau fatwanya MUI memaksa saya harus ke masyarakat gak apa-apa akan saya jelaskan fatwanya seperti ini. Kalau sekarang saya gak berani," kata Risma.
Seperti diketahui, warga Putat Jaya, RT 03, RW 08, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, menolak pemakaman jenazah pelaku teror yang melakukan pengeboman di tiga gereja di Surabaya. Akibatnya, tujuh liang lahat yang telah digali oleh petugas dari Pemkot Surabaya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Putat Jaya dikubur kembali oleh warga sekitar secara bergotong royong.
Alasan warga sekitar menolak pemakaman jenazah terduga teroris karena tidak ingin di sekitarnya terdapat makam teroris. Warga Putat Jaya makin menolak pemakaman jenazah terduga teroris di TPU Putat Jaya karena salah satu dari korban ledakan merupakan warga Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan.
Korban yang dimaksud adalah Daniel Agung Putra Kusuma. Daniel merupakan salah satu korban meninggal dunia pada ledakan bom di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), Jalan Arjuno, Surabaya.
(Baca juga: Keluarga Diberi Waktu Tiga Hari Ambil Jenazah Pelaku Teror)
Sebelumnya, Kapolda Jatim Irjen Machfud Arifin mengimbau keluarga para pelaku teror agar segera mendatangi Rumah Sakit Bhayangkara untuk dicocokkan DNA dan mengambil jenazah yang bersangkutan. Saat ini 13 jenazah pelaku teror bom di Surabaya dan Sidoarjo masih berada di RS Bhayangkara.
"Para pelaku yang meninggal dunia sudah dihubungi keluarganya, tapi sampai sekarang atau hari kelima setelah aksi teror, belum diambil," kata Machfud di Mapolda Jatim, Kamis (17/5).
Machfud pun menegaskan, pihak kepolisian sudah berusaha menginformasikan kepada keluarga pelaku teror untuk segera menjalani proses pengambilan jenazah. Namun, belum ada satu orang pun dari pihak keluarga yang mendatangi RS Bhayangkara untuk menjalani proses pengambilan jenazah.
Machfud kemudian memberi waktu kepada keluarga yang ingin melakukan pengambilan jenazah pelaku teror agar melakulannya dalam waktu tiga hari ke depan. Menurut dia, jika dalam waktu tiga hati tak kunjung ada keluarga yang mengambilnya, jenazah akan dimakamkan di pemakaman umum.
"Kami imbau tiga hari. Kalau pihak keluarga tidak mau mengambil, terpaksa akan dimakamkan di tempat pemakaman umum. Ini sudah selesai untuk proses penyelidikan," ujar Machfud.
Machfud menambahkan, dari ke-13 jenazah itu, kondisinya saat ini sudah dimandikan, tetapi belum dikafani. Artinya, jika dalam tiga hari ke depan jenazah tersebut tak kunjung ada yang mengambil, jenazah akan langsung dikafani dan dikuburkan sesuai ajaran agama yang bersangkutan.
(Baca juga: Ikadi: Jenazah Terduga Teroris Tetap Harus Diurus)
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Prof Ahmad Satori Ismail menganjurkan masyarakat untuk tidak gegabah menolak jenazah terduga teroris yang melakukan rangkaian aksi kemarin. Baik insiden di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, maupun bom bunuh diri di Surabaya dan kejadian di rusunawa Sidoarjo.
Hakikatnya, umat Islam memiliki kewajiban untuk mengurus jenazah umat Islam lainnya. Ketika mereka meninggal, masyarakat sekitar harus memandikan, mengafani, menshalatkan, higga menguburkan.
"Hukumnya fardu kifayah atau wajib dilakukan, di mana jika sudah dilakukan oleh Muslim lain maka kewajiban gugur. Kalau bukan umat Islam terdekatnya, siapa lagi yang mengurusi," ujar Satori ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (17/5).