REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fahreddin Pasha yang berjuluk Harimau Padang Pasir merupakan salah satu figur penting dalam sejarah Turki. Pembelaan Fahreddin Pasha terhadap Madinah menjadi salah satu momen penting dalam sejarah.
Pada 1914, sebelum pasukan Turki Utsmani dimobilisasi, Kolonel Staf Omar Fahreddin di angkat menjadi komandan Korps XII yang bertugas di Mosul, Irak. Ia dipromosikan ke level Mirliva pada 12 November 1914 dan diangkat menjadi deputi komandan Pasukan Empat di Aleppo, Suriah.
Selama Perang Dunia I berkecamuk, Fahreddin dipindahkan ke Madinah, tepatnya pada 23 Mei 1916 dan bertugas mempertahankan Kota Nabi itu. Ia bahkan diangkat menjadi komandan Pasukan Khusus Hijaz pada 1916 untuk menjalankan misi penting itu.
Setelah Gubernur Makkah Syarif Hussein bin Ali bersiap melakukan pemberontakan atas Turki Utsmani, Fahreddin ditugaskan ke Madinah. Fahreddin sampai di Madinah lebih dulu sebelum pemberontak dan segera mengambil langkah pengamanan.
Fahreddin tidak hanya mempertahankan Madinah, tetapi juga mengamankan transpor tasi rel tunggal di Jaringan Hijaz dari sabotase TE Lawrence dan Syarif Hussein. Jaringan rel ini adalah akses bagi semua pasokan logistik Fahreddin dan pasukannya.
Syarif Hussein menghancurkan jalur kereta dan jaringan telegram di sekitar Madinah pada 3 Juni 1916. Meski Syarif Hussein melancarkan serangan di luar Madinah pada 5-6 Juni 1916, Fahreddin menyiagakan kekuatan penuh.
Saat Fahreddin bertugas di Madinah, hal pertama yang ia lakukan adalah memindahkan peninggalan-peninggalan Rasulullah SAW dan para sahabat beserta beberapa manuskrip dari Madinah ke Istanbul agar aman dari serangan. Sebagian manuskrip bersejarah di Madinah sudah dipindahkan Pemerintah Turki Utsmani ke berbagai perpustakaan di Madinah. Sekitar 500 manuskrip saat ini berada di Perpustakaan Madinah di Istana Topkapi, Istanbul.
Saat Makkah dikepung kubu pemberontak, kota-kota di luar Madinah juga berhasil dikua sai dengan cepat. Madinah akhirnya berhasil di kepung kubu Syarif Hussein setelah menguasai Stasiun Mudawwara yang berada di Jalur Hijaz dekat Makkah.
Prajurit Turki Utsmani terus mengupayakan sejumlah serangan, termasuk 130 serangan besar pada 1917 dan serangan lebih dari 300 bom pada 30 April 1918.
Replika rumah nabi di museum masjid Nabwi Madinah.
Fahreddin Pasha menyatakan ia sempat bermimpi bertemu Rasulullah SAW. Kepada nya, Rasulullah memerintahkan agar ia tidak menyerah. Pada Agustus 1918, Fahreddin menerima surat perintah menyerahkan diri dari Syarif Hussein. Ia pun membalas surat itu. Se telah menyampaikan siapa dirinya dan me nyam paikan pujian bagi Allah SWT dan Rasulullah SAW, ia menyampaikan tentang mimpinya bertemu Rasulullah.
Kepada mereka yang telah melemahkan Islam dengan berpihak kepada musuh, menumpahkan darah sesama Muslim, dan membangkang kepada perintah khalifah bahwa ia tak akan menyerah. Fahreddin malah menyatakan ia sedang sibuk memperkuat pertahanan sehingga ancaman tidak akan mempan.
"Sekarang saya berada di bawah perlindungan Rasulullah, panglima tertinggi umat Islam,'' tulis Pasha.
Sementara, Dinasti Turki Utsmani yang mundur pada Perang Dunia I menandatangani pernyataan Gencatan Senjata Mudros pada 30 Oktober 1918. Berdasarkan perjanjian tersebut, Madinah harus dilepaskan dari tangan Turki Utsmani.
Prajurit Ottoman yang menjaga Madinah/Ilustrasi
Banyak yang menyangka Fahreddin juga akan menyerah. Namun, ia tidak melakukan itu dan menolak menerima kesepakatan gen cat an senjata. Ia mempertahankan Madinah se lama 72 hari setelah pernyataan Gencatan Senjata Mudros ditandatangani dan tidak menyerahkan diri.
Ia menolak meletakkan senjata meski telah diperintahkan pemimpin Turki Utsmani. Kesal dengan sikap Fahreddin, Pemerintah Turki Utsmani yang saat itu dipimpin Sultan Mehmed VI menariknya dari Madinah. Lagi-lagi, Fahreddin menolak dan tetap mengibarkan bendera Dinasti Turki Utsman di Madinah.
Setelah kesepakatan Gencatan Senjata Mu dros, unit militer Turki Utsmani terdekat dari Madinah berjarak 1.300 kilometer. Fahreddin berhasil ditaklukkan oleh orang dalam pasu kan nya dan dibawa ke Abdullah pada 9 Januari 1919 di Bir Darwish. Abdullah masuk Madinah tak lama setelah Fahreddin ditahan paksa. Ali Najib menyusul memasuki Madinah pada 2 Februari 1919.
Proyek pembangunan Rel Kereta Api Hijaz.
Istanbul lalu menariknya dari Madinah dan mengirim Kolonel Ali Najib untuk menggantikannya yang kemudian menggelar negosiasi penyerahan Madinah. Inggris dan Arab sendiri mengajukan syarat dalam negosiasi itu, yakni penyerahan Fahruddin ke pihak mereka. Ali Najib sepakat dengan itu.
Ali Najib bersama beberapa tokoh berusaha bertemu Fahreddin, yang belum juga mau menyerah, di sebuah tempat dekat makam Rasulullah SAW. Saat itu, Fahreddin menyangka akan ditanya baik-baik. Ternyata Ali Najib dan orang-orangnya malah menghamburkan abu ke wajah Fahreddin, mengikatnya, dan menyerahkannya kepada Inggris pada 10 Januari 1919. Fahreddin mengatakan, kejadian itu adalah momen paling menyakitkan dalam hidupnya.
Hingga titik darah penghabisan
Sebelum pengepungan Madinah berlangsung, Pemerintah Istanbul meminta Fahreddin untuk mengevakuasi diri dari Madinah. Fahreddin menolak perintah itu. Ia tak mau menurunkan bendera Turki dari Madinah dengan tangannya.
Selama pengepungan Madinah, Fahreddin shalat terus-menerus di sekitar makam Rasulullah. Ia sering terdengar mengatakan, "Bangkit, bangkit, bangkitlah Rasulullah. Saksikanlah mereka yang percaya dan berjuang karenamu. Sampaikanlah pertolongan Allah ke pada kami."
Pada musim semi 2 April 1918, setelah shalat di Masjid Nabawi, dengan membawa bendera Turki, Fahreddin naik ke mimbar dan memalingkan wajahnya ke arah makam Rasulullah. Dengan lantang ia berseru, "Ya Rasulullah, aku tak akan pernah meninggalkanmu!''
Kubah hijau di Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi menjadi tanda di bawahnya terdapat makam Rasulullah saw dan dua sahabat mulia, Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Ia lalu menyampaikan arahan kepada jamaah. Kepada pasukannya, ia memerintahkan agar makam Rasulullah dan Madinah dipertahankan hingga titik darah penghabisan. Ia juga memohon pertolongan Allah dan berharap semangat Rasulullah menyertainya dan pasu kannya. Ia bahkan meminta pasukannya bersumpah untuk mempertahankan Madinah.
***
Putra Bulgaria
Fahreddin Pasha lahir pada 1868 di Ruse (Bulgaria) dengan nama Omer Fahreddin. Setelah lulus sekolah militer pada 1891, Fahreddin bergabung dengan militer Turki Utsmani sebagai kapten staf. Ia bertugas di berbagai front selama Perang Balkan dan Perang Dunia I.
Fahreddin lahir di tepi Sungai Danube, Bulgaria, pada 1868 M dari pasangan Mehmed Nahid Bey dan Fatma Adile Hanim. Keluarga ini pindah ke Istanbul saat Perang Turki- Rusia pecah pada 1878. Selain belajar di Akademi Militer, Fahreddin mengambil kelas privat bahasa Prancis dan fotografi. Ia berhasil lulus dari Akademi Militer dan tiga tahun kemudian menamatkan sekolah staf militer dengan pangkat kapten.
Pos pertama yang ia pimpin adalah Pasukan Empat di Erzincan yang membawanya kemudian naik jabatan menjadi letnan kolonel. Pada 1908, saat ia menjadi deputi kepala staf Pasukan Empat, karena ibu kota sedang tidak kondusif, ia ditarik kembali ke Istanbul. Di sana, Fahreddin kembali berhasil naik jabatan menjadi kepala staf Divisi Reguler Satu.
Fahreddin termasuk salah satu petinggi Turki yang ditugaskan ke Libya pada 1911-1912 untuk melawan pasukan Itali. Saat Perang Balkan pecah, ia ditunjuk menjadi komandan Divisi 31 di Gallipoli, Turki. Unitnya berperan penting dalam penangkapan kembali Edirne dari pasukan Bulgaria dan memasuki kota itu bersama rekannya di militer dan teman sekelas selama sekolah militer, Enver Pasha.
Karena keberaniannya mempertahankan Madinah, ia dijuluki Harimau Padang Pasir. Pada 27 Januari 1919, ia dibawa ke Mesir sebagai tahanan. Pada 5 Agustus 1919, ia kemudian diasingkan ke Malta dan ditahan di sana selama dua tahun 33 hari.
Selama masa penahanan, ia menolak permintaan Inggris untuk melepaskan atribut Pasukan Turki Utsmani. ";Saya tak pernah melepaskan seragam ini sejak lulus sekolah militer,'' ujar Fahreddin. Dalam pengasingan, Fahreddin dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Nemrud Mustafa melalui persidangan yang direkayasa. Beruntung, ia kemudian dibebaskan oleh pemerintahan baru Turki yang berdiri di Ankara pada 8 April 1921. Setelah bertugas di Rusia, Fahreddin kemudian kembali ke Anatolia.
Pada 9 November 1921, ia ditunjuk sebagai Duta Besar Turki untuk Afghanistan dan berhasil memperbaiki hubungan kedua negara selama menjalankan tugasnya. Fahreddin kembali ke Turki pada 12 Mei 1926 dan bekerja di Pengadilan Militer Turki. Ia pensiun pada 5 Februari 1936 sebagai mayor jenderal dan wafat karena serangan jantung pada 22 November 1948 dan dimakamkan di Permakaman Asiyan. Awal 2018 ini di Kota Ankara, Turki, nama Fahreddin Pasha digunakan sebagai nama dua jalan sebagai bentuk penghormatan terhadap Sang Singa Padang Pasir Pembela Madinah.