REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, kondisi anak pelaku bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo semakin membaik. Namun, anak itu masih membutuhkan pendampingan psikolog untuk mengatasi trauma.
Hasto mengatakan, salah satunya adalah Ais (8), anak pelaku bom bunuh diri Mapolrestabes Surabaya. Saat ini, Ais masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jawa Timur. Namun karena masih trauma, Ais bahkan hanya mau bicara dengan pendampingnya saja. Hasto bercerita, saat dirinya menjenguk dan mengajak Ais berbicara, Ais cenderung diam. Ais hanya menunjukkan anggukan dan gelengan sebagai respons ketika diajak berbicara.
"Hanya mengangguk dan menggeleng," ujar Hasto.
Kendati demikian Hasto bersyukur kondisi Ais sudah lebih baik begitupun dengan anak-anak korban lainnya. Hasto berharap, selepas anak-anak pulih dari luka traumanya, mereka mendapat pengasuhan yang baik. Selain itu, Hasto berharap anak-anak tersebut tidak lagi dicekoki unsur-unsur radikal, seperti pengakuan dari salah satu anak tersebut. "Pengakuan dari anaknya seperti itu. Jadi (pengasuhan) belum tentu ke keluarga, bisa ke orang lain yang lebih kompeten yang qualified untuk menjadi wali anak-anak ini," jelasnya.
Seperti diketahui, Surabaya dihebohkan oleh serangan bom selama dua hari berturut-turut. Serangan pertama pada menyasar pada jemaat gereja di Ngagel, di Arjuno, dan di jalan Diponegoro pada Ahad (13/5).
Serangan di tiga tempat peribadatan tersebut menewaskan 18 korban jiwa dan 43 orang luka-luka. Dari 18 korban jiwa enam di antaranya merupakan pelaku bom bunuh diri yang terdiri dari satu keluarga.
Menyusul pada malam harinya, terdengar ledakan dari sebuah kamar di rusun Wonocolo, Sidoarjo. Akibatnya tiga orang meninggal Dunia. Sedangkan ledakan pada Senin (14/5) lagi terjadi di Mapolresta Surabaya. Sebanyak empat orang meninggal dunia dan 12 orang luka-luka.