REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG - Korea Utara (Korut) telah menolak daftar nama wartawan Korea Selatan (Korsel) yang berharap dapat meliput penutupan situs uji coba nuklir. Penolakan ini menimbulkan pertanyaan baru mengenai komitmen Korut untuk mengurangi ketegangan di semenanjung Korea.
Pada Jumat (18/5), Kementerian Unifikasi Korsel yang menangani hubungan Seoul dengan Pyongyang, mengumumkan secara resmi penolakan itu. Namun kementerian tersebut tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
Keputusan Korut ini mungkin akan menimbulkan keraguan tentang rencananya menutup lokasi uji coba nuklir itu. Sebelumnya Korut telah mengundang sejumlah wartawan dari Korsel dan negara-negara lain untuk menyaksikan penutupan satu-satunya situs uji coba senjata nuklir di Punggye-ri pekan depan.
Tawaran Korut untuk menutup lokasi uji coba nuklirnya dianggap sebagai konsesi terbesar dalam beberapa bulan ini. Pyongyang telah mengurangi ketegangan dengan Korsel di satu sisi, dan Amerika Serikat (AS) di sisi lain.
Namun kemajuan luar biasa itu mengalami keretakan dalam beberapa hari terakhir, setelah Korut membatalkan pertemuan dengan Korsel dan mengancam akan membatalkan pertemuan puncak dengan AS. KTT AS-Korut rencananya akan digelar pada 12 Juni mendatang di Singapura, dan akan mempertemukan pemimpin Korut Kim Jong-un dengan Presiden AS Donald Trump.
Trump telah mencoba menenangkan Korut. Pada Kamis (17/5), ia mengatakan keamanan Kim akan dijamin dalam setiap kesepakatan yang diambil. Menurut Trump, Korut tidak akan bernasib seperti Libya yang pemimpinnya, Moammar Gaddafi, tewas terbunuh beberapa tahun setelah menyerahkan senjata nuklirnya.
Sehari sebelumnya, Korut mengatakan pihaknya mungkin tidak akan menghadiri KTT AS-Korut di Singapura jika AS terus menuntutnya untuk menyerahkan senjata nuklir secara sepihak. Juru runding Korut juga menyebut Korsel tidak kompeten, mencela latihan militer gabungan AS-Korsel, dan mengancam akan menghentikan semua pembicaraan dengan Korsel.