REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Masyarakat tidak perlu khawatir dalam mencukupi kebutuhan pangan selama Ramadhan dan lebaran 2018. Sebab, ketersediaan pangan lebih dari cukup.
“Sekali lagi saya katakan, masyarakat tidak perlu khawatir karena ketersediaan pangan kita cukup. Bahkan sampai setelah Idul Fitri 2018. Ini saya bicara berdasarkan data-data yang kami miliki,” kata Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi di Jakarta, Jumat (18/5).
Agung menjelaskan, tugas Kementan adalah menjaga produksi agar mampu memenuhi stok sesuai kebutuhan. Berdasarkan prognosa, kebutuhan beras setiap bulan sekitar 2,5 juta ton. Artinya, harus ada beras di atas 2.5 juta ton agar kebutuhan pangan utama masyarakat Nusantara itu tercukupi.
“Makanya, kita upayakan setiap bulan bisa panen 1 juta hektare yang artinya akan menghasilkan gabah kering panen (GKP) 6 ton per hektare yang bila dikonversi menjadi beras setara 3,5 juta ton,” ujar Agung.
Khusus untuk kebutuhan Mei-Juni atau bertepatan dengan Ramadhan dan lebaran, kebutuhan beras diprediksi meningkat sekitar 20 persen. Kendati demikian, produksi beras yang ada masih bisa menutupi semua kebutuhan tersebut. “Jadi, semua masih aman,” kata Agung.
Untuk bawang dan cabai, Agung melanjutkan, permintaan selama Mei-Juni juga akan naik 20 persen. Namun, luas tanam komoditi ini sudah ditambah pada tiga bulan sebelumnya Ramadhan dan lebara sebagai langkah antisipasi. Karena itu, produksi bawang dan cabai pada saat Ramadhan pun meningkat 30 persen.
“Begitu juga dengan komoditas yang lain, seperti ayam, telur, dan daging ayam. Bahkan, kita sudah ekspor,” ujar Agung.
Dengan data-data tersebut, kata Agung, tidak ada alasan harga komoditas-komoditas pangan itu naik karena stok terjamin. Hanya saja, dia meminta kerja sama semua pihak untuk memperlancar distribusi bahan pangan harus terus ditingkatkan.
“Pemerintah sudah jauh-jauh hari melakukan koordinasi untuk mengantisipasi masalah yang akan muncul. Masalah pengawasan distribusi memang perlu menjadi perhatian.”
Agung menjelaskan, Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas. Sebagai negara kepulauan, masalah distribusi bahan pangan mutlak harus diperhatikan karena tidak semua daerah merupakan daerah sentra produksi pangan.
Agung mengakui, distribusi pangan terlalu panjang, sehingga saat bahan pangan sampai ke konsumen akhir, harganya mahal. Guna memutus mata rantai distribusi pangan tersebut, BKP Kementan sudah mengembangkan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani Indonesia (TTI) sejak 2016. Pada 2018 ini, jumlah PUPM berkembang menjadi 1.156 Gapoktan dan 3.000 TTI di 22 provinsi.
“Tahun ini juga ada 20 provinsi yang membangun Toko Tani Indonesia Center (TTIC). Melalui TTI dan TTIC, masyarakat dapat membeli bahan pangan berlualitas dan harganya lebih murah dibanding di pasar lainnya,” kata Agung.