Sabtu 19 May 2018 14:09 WIB

Kompolnas Sebut Serangan Teroris Kembali ke Pola Awal

Serangan teroris saat ini kembali menyasar simbol keagamaan.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andi Nur Aminah
 Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Bekto Suprapto
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Bekto Suprapto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Bekto Suprapto, menyebut serangan teroris yang baru-baru ini terjadi kembali menggunakan pola serangan pada masa awal teroris di Indonesia. Serangan teroris saat ini kembali menyasar simbol keagamaan.

"Selain fenomena baru dengan mengikutsertakan keluarga, serangan teroris saat ini juga menyerang simbol agama. Dulu hal ini pernah terjadi di tahun 2000-an awal, kemudian muncul kembali saat ini," ujar Bekto dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (19/5).

Bekto menjelaskan, kegiatan teroris sudah muncul di awal 2000-an. Ini merupakan imbas dari konflik masyarakat di Ambon dan Poso pada saat itu. Pada saat itu, sejumlah gereja di berbagai wilayah Indonesia, misalnya di Medan, Pekanbaru, Batam, Jakarta, Mojokerto, Mataram dan beberapa daerah lain menjadi sasaran ledakan bom. "Ini adalah akibat dari solidaritas, mereka (pelaku teror) marah kepada komunitas Kristen sebagai imbas konflik sosial di Ambon dan Poso. Jadi mulainya dari situ," tutur dia.

Pada saat yang sama, Gerakan Aceh Merdeka (GAM), juga melakukan tindakan teror dengan meledakkan objek vital seperti markas kepolisian dan Gedung DPRD setempat. Bekto juga mengungkapkan kejadian serangan bom di Kantor Kedutaan Besar (Kedubes) Philipina untuk Indonesia.

Serangan di Kedubes Philipina ini merupakan balasan teroris atas serangan di kamp kelompok Abu Sayyaf di Mindanao yang dilakukan oleh militer negara tersebut. Selanjutnya, pada 2002, terjadi ledakan Bom Bali I, di dua lokasi di Bali yang menewaskan 202 orang dan melukai lebih dari 500 warga. Bom di Sari Club dan Paddys Club yang terjadi hampir bersamaan itu menyasar objek yang banyak disinggahi oleh warga Amerika Serikat (AS) dan negara sekutunya.

"Kalau kita lihat polanya, serangan bom pertama-tama menyasar objek keagamaan, kemudian bergeser kepada simbol negara barat, khususnya AS dan sekutunya," ungkap Bekto.

Serangkaian bom yang terjadi pada 2005 juga masih menyasar kepada simbol-simbol barat. Hal tersebut tercatat pada insiden bom Bali 2  di JW Marriott, bom di Kantor Kedubes Australia. Selanjutnya, pada 2010, target teroris bergeser menyasar pihak kepolisian.

"Mengapa polisi disasar? Karena ada instruksi bahwa Polri adalah penghalang utama dari kegiatan menuju kepada kekhalifahan sehingga perlu diserang. Dan pola-pola serangan ini terus berlanjut hingga saat ini," tuturnya.

Karena itu, diam mengatakan, pola serangan teroris saat ini menitikberatkan tiga hal. Pertama, menyasar kepolisian. Kedua kembali menyasar objek atau simbol keagamaan tertentu. Dan ketiga, ada fenomena baru bahwa pelaku teroris adalah satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dengan membawa anak-anak mereka saat melakukan aksinya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement