REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Bawaslu Sumut mengatakan aturan kegiatan pasangan calon pemilihan kepala daerah setempat bukan penistaan agama Islam. Aturan tersebut untuk menjadi pedoman bagi pasangan calon agar tidak menabrak aturan.
Ketua Bawaslu Sumut Syafrida R Rasahan mengatakan aturan kegiatan paslon selama Ramadhan bukan untuk melarang orang mendalami agamanya. "Ini panduan kita. Agar teman-teman pengawas pemilu di tiap tingkatan, baik di kabupaten, kecamatan, hingga desa,” kata dia, Sabtu (19/5).
Dia menerangkan para pengawas pemilu itu mengawasi semua tempat ibadah, yakni masjid, gereja, vihara, pura, dan kelenteng. “Bukan hanya untuk Muslim saja tapi untuk umat agama lain," kata Syafrida.
Menurut dia, aturan ini telah dirapatkan dengan berbagai pihak, termasuk bersama Forum Kerukunan Umat Beragama dan pimpinan umat beragama. "Ini momen saja karena bulan Ramadhan jadi kesannya kami membatasi. Akan tetapi, sekali lagi saya sampaikan, tidak ada niat Bawaslu membatasi orang menjalankan ibadah sesuai agamanya,” kata dia.
Bawaslu Sumut mengeluarkan surat bernomor B-1601/K.Bawaslu-Prov.SU/PM.00.01/05/2018 yang berisi beberapa larangan kepada pasangan calon (paslon) gubernur dan wakilnya. Surat tersebut berdasarkan penyampaian kesepakatan bersama Bawaslu Sumut dan berbagai stakeholder yang dilakukan pada Senin (13/5).
Surat itu menyebutkan beberapa larangan kepada paslon agar tidak melakukan kegiatan yang berpotensi melanggar, khususnya saat Ramadhan. Beberapa poin yang ada di dalam surat itu, yakni larangan menyampaikan ucapan selamat Ramadhan, selamat berbuka puasa, dan lain-lain dalam bentuk iklan di media massa.
Selain itu, ada juga larangan untuk membuat jadwal imsakiyah yang berisi gambar paslon dan nomor urutnya. Para paslon dan timnya pun diingatkan untuk tidak memberikan ceramah yang menyinggung materi ajakan memilih mereka.
"Kami juga minta paslon, tim relawan dan tim pemenangan jika ingin sampaikan infaq, sadaqah dan zakat melalui lembaga resmi karena kami khawatir apa yang mereka sampaikan dianggap politik uang," ujar Syafrida.
Menanggapi surat tersebut, beberapa kelompok masyarakat menganggap Bawaslu sudah menistakan dan menzalimi umat Islam. Bahkan, kelompok tersebut menyiapkan aksi unjuk rasa ke kantor Bawaslu Sumut.
Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman, Syafrida menyatakan, Bawaslu mengeluarkan surat keputusan baru dengan beberapa perbaikan redaksi. Hal ini untuk menghindari munculnya tafsir beragam pada redaksi surat yang lama.
Syafrida mengatakan, perubahan masih dimungkingkan karena surat bernomor B-1601/K.Bawaslu-Prov.SU/PM.00.01/05/2018 belum diedarkan ke seluruh stakeholder yang hadir. "Surat itu kami nyatakan tidak pernah kami keluarkan," kata Syafrida.