REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai rekomendasi daftar 200 nama mubaligh Kementerian Agama (Kemenag) bukan sebuah kewajiban yang harus diikuti oleh masyarakat Indonesia. Artinya, rekomendasi ini merupakan bentuk pertimbangan yang sifatnya tidak mengikat.
"Rekomendasi dari Kemenag tersebut menurut hemat kami bukan menjadi sebuah keharusan yang harus diikuti. Kecuali untuk kalangan pemerintahan atau perusahaan negara (BUMN) rekomendasi Kemenag tersebut seharusnya diperhatikan sungguh-sungguh," ujar Wakil Ketua MUI, ZainutTauhid Saadi ketika dihubungi Republika.co.id, Jakarta, Ahad (20/5).
Menurutnya, masyarakat memiliki hak untuk memilih penceramah agama yang sesuai dengan kebutuhannya. Meskipun sebaiknya tetap mengacu kepada tiga ketentuan yang sudah digariskan oleh Kemenag, agar ceramah tidak keluar dari substansinya.
Pertama, mereka yang punya kompetensi tinggi terhadap ajaran agama Islam. Kedua, punya pengalaman yang cukup dalam berceramah.
Menjadi penceramah, kata ia, tidak hanyapenguasaan konten tapi keterampilan dalam menyampaikan isi pesan ke masyarakat. "Ketiga, terbukti memiliki komitmen kebangsaan yangtinggi," jelasnya.
MUI juga meyakini masih banyak nama ulama, kiai atau mubaligh yang belum tercatat. Jumlahnya bahkan bisa ribuan karena tersebar di berbagai daerah dan tidak berarti mubaligh tersebut tak memenuhi tiga kategori di atas.Untuk itu, MUI meminta kepada masyarakat agar tidak menjadikan rekomendasi Kemenag sebagai polemik.
"Disikapi dengan bijaksana agartidak menimbulkan kegaduhan yang justru bisa merusak suasana kekhusyuan puasakita di bulan yang pernuh berkah ini," ungkapnya.
Menteri Agama Lukman Hakim mengatakan, Kemenag kerap dimintai rekomendasi daftar mubaligh. Alasan itu yang membuat Kemenag mengeluarkan daftar tersebut.
"Selama ini, Kementerian Agama sering dimintai rekomendasi mubaligh oleh masyarakat. Belakangan, permintaan itu semakin meningkat, sehingga kami merasa perlu untuk merilis daftar nama muballigh," ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat (18/5).
Sementara Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) meminta Kementerian Agama (Kemenag) mencabut daftar 200 penceramah 'plat merah' yang menuai pro dan kontra di masyarakat. Pencabutan daftar 200 penceramah ini dianggap penting untuk menghindari polemik dan efek negatif selama bulan Ramadhan.
"Kita meminta Kemenag mencabut daftar 200 penceramah itu, kita tidak ingin daftar tersebut memunculkan polemik yang negatif sehingga mengganggu ketentraman antar umat Islam menjalankan ibadah selama bulan Ramadhan," ujar Ketua Umum DDII Mohammad Siddik kepada wartawan, Ahad (20/5).