Ahad 20 May 2018 21:09 WIB

Dosen USU Ditangkap Karena Sebut Bom Surabaya Pengalihan Isu

Dosen berstatus PNS tersebut mengaku terbawa suasana dengan maraknya perang tagar.

Rep: issha harruma/ Red: Muhammad Hafil
Status di facebook
Status di facebook

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Dua pemilik akun di media sosial ditangkap polisi akibat unggahan status mereka. Keduanya diduga telah memasang tulisan berisi ujaran kebencian.

Kedua orang yang diamankan, yakni seorang PNS yang merupakan dosen di Universitas Sumatera Utara (USU) bernama Himma Dewiana Lubis dan seorang satpam Bank Sumut bernama Amaralsyah Dalimunthe. Himma ditangkap di rumahnya di Jalan Melinjo II Kompleks Johor Permai, Medan Johor, Medan. Sementara Amaralsyah di kediamannya di Jalan Karya Bakti, Batu Nangar, Simalungun.

"Himma ditangkap Subdit Cyber Crime Dirkrimsus Polda Sumut pada Sabtu, 19 Mei. Sedangkan Amaralsyah ditangkap Polres Simalungun pada Jumat, 18 Mei," kata Kabid Humas Polda Sumut AKBP Tatan Dirsan Atmaja di Mapolda Sumut, Ahad (20/5).

Tatan mengatakan, Himma ditangkap karena dua unggahan di akun Facebooknya memuat ujaran kebencian. Salah satu status dibuatnya pasca serangan bom bunuh diri di Surabaya, Ahad (13/5).

"Himma memosting sebuah tulisan yang menyebutkan kalau tiga ledakan bom gereja di kota Surabaya hanya pengalihan isu. Dalam postingannya tertulis 'skenario pengalihan yang sempurna' dan tagar ganti presiden tahun 2019," ujar Tatan.

Setelah postingannya viral, Himma yang diketahui merupakan dosen Ilmu Perpustakaan ini langsung menutup akun Facebooknya. Namun, postingannya terlanjur di-screenshot netizen dan dibagikan ke media daring. Dia pun ditangkap polisi di rumahnya dan terancam dijerat UU ITE.

Berdasarkan pemeriksaan, Himma mengaku mengunggah status tersebut karena terbawa suasana dengan maraknya perang tagar #2019GantiPresiden. Himma yang merasa kecewa dengan pemerintah saat ini pun ikut menggunakan tagar itu.

"Penyidik telah memeriksa saksi dan menyita barang bukti berupa handphone Iphone 6S dan SIM card milik pelaku untuk kepentingan penyidikan. Polisi juga telah melakukan digital forensik terhadap handphone Himma dan mendalami motif lain terkait pemostingan ujaran kebencian yang dimaksud," kata Tatan.

Sementara untuk Amaralsyah, Tatan menyebut, status bermuatan kebencian juga dia unggah di akun Facebook miliknya. Dalam status tersebut, Amaralsyah menyebut 'Di Indonesia tidak ada teroris, itu hanya fiksi, pengalihan isu'. Polres Simalungun yang mendapat info tersebut lalu melakukan penelusuran dan menangkap Amaralsyah.

"Status itu telah melukai perasaan polisi dan juga keluarga korban terorisme," ujar Tatan.

Kini, Tatan mengatakan, penyidik masih memproses dua kasus tersebut. Dia pun mengimbau masyarakat untuk tidak sembarangan mengunggah sesuatu di media sosial.

"Mari ciptakan kedamaian dan kesejukan saat berinteraksi di media sosial. Bijaklah dalam bermedia sosial. Jangan sampai menyebarkan hoaks dan menimbulkan ujaran kebencian," kata mantan Wakapolrestabes Medan itu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement