Senin 21 May 2018 10:30 WIB

Maduro Diperkirakan Menangkan Pilpres

Pemungutan suara akan dapat memicu sanksi tambahan dari AS dan kecaman Uni Eropa

Rep: Crystal Liestya/ Red: Bilal Ramadhan
Ratusan orang menggelar aksi damai di berbagai kota di Venezuela sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.
Foto: EPA
Ratusan orang menggelar aksi damai di berbagai kota di Venezuela sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.

REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Presiden Venezuela Nicolas Maduro kembali memenangkan pemilihan umum di negara Amerika Latin itu. Terlepas dari ketidakpopulerannya atas krisis ekonomi anggota OPEC, politisi berusia 55 tahun itu mendapat manfaat dari saingan-saingan arus utama, dan lembaga-lembaga negara di tangan para loyalis.

Pemungutan suara yang digelar pada Ahad (20/5) dapat memicu sanksi tambahan dari Amerika Serikat (AS), dan lebih banyak kecaman dari Uni Eropa dan Amerika Latin. Pemerintah Trump mengatakan tidak akan mengakui pemilihan yang mereka sebut palsu itu dan sedang mempertimbangkan sanksi minyak.

Sementara Maduro yang mengklaim diri sebagai anak Hugo Chavez, mengaku bahwa ia sedang berjuang melawan imperialis yang ingin menghancurkan sosialisme dan mengambil alih cadangan minyak Venezuela. Namun menurut para penentangnya, ia telah menghancurkan ekonomi negara yang dulu kaya dan melibas perbedaan pendapat tanpa ampun.

Penantang utama Maduro adalah mantan Gubernur negara bagian Henri Falcon. Ia menggambarkan kemarahan di antara 30 juta orang Venezuela karena meningkatnya kemiskinan mereka.