REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari ini gerakan reformasi persis berumur 20 tahun, yang diawali dengan pengunduran diri Presiden Soeharto dari jabatannya pada 21 Mei 1998. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memastikan Presiden Joko Widodo menjalankan agenda reformasi dengan sebaik-baiknya.
Moeldoko mengatakan kebijakan dan program pemerintah hari ini dilaksanakan dengan mengambil pelajaran terbaik yang dilakukan oleh pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. "Serta, melakukan terobosan serta inovasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan sesuai dengan kebutuhan hari ini," ujar Moeldoko melalui siaran pers, Senin (21/5).
Moeldoko mengatakan pemerintah juga mengambil pelajaran dari kesulitan-kesulitan pemerintahan sebelumnya. Pemerintah berusaha untuk mereduksi kebijakan-kebijakan yang kurang membawa dampak bagi kesejahteraan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Salah satu agenda reformasi yang dirasakan adalah adanya pemilihan umum yang dilakukan setiap lima tahun sekali demi memperjuangkan demokrasi masyarakat. Berbagai partai politik baru bermunculan, dwifungsi ABRI ditata kembali.
Pemerintahan yang baru dijalankan dan berlangsung dengan lebih demokratis. Tahun depan, untuk pertama kalinya, Indonesia akan memilih calon anggota legistif serta presiden dan wakil presiden bersamaan dalam Pemilu serentak 2019.
Selain upaya membangun demokrasi, Moeldoko menyebutkan, upaya lain terkait dengan menyejahterakan masyarakat, meningkatkan perekonomian nasional, mencerdaskan kehidupan seluruh anak bangsa. Ini termasuk membangun pertahanan dan keamanan di dalam negeri, serta terlibat secara bebas aktif dalam politik di kawasan regional maupun dunia.
Moeldoko menyebut ada tiga agenda reformasi yang masih menjadi tantangan bersama hingga sekarang. Tiga agenda tersebut, yaitu praktik korupsi di lingkungan birokrasi dan pemerintahan, masih dirasakannya kesenjangan, dan rendahnya indeks pembangunan manusia di sejumlah wilayah di Indonesia.
Dalam perjalanan pemerintahan, Moeldoko mengatakan, Jokowi dan jajarannya memperjuangkan tiga agenda tersebut melalui serangkaian kebijakan. Dia menerangkan kebijakan itu mulai dari pembentukan Satuan Bersama Pemberantasan Pungutan Liar (Saber Pungli), penguatan kerangka regulasi untuk pencegahan korupsi, kebijakan melakukan subsidi untuk rakyat miskin yang tepat sasaran lewat berbagai kartu, sampai kebijakan dan program afirmatif yang langsung menyasar kepada kelompok-kelompok masyarakat terbawah.
"Tentu saja dalam pelaksanaannya, terdapat tantangan yang tidak mudah untuk diselesaikan. Terdapat sejumlah persoalan yang belum dapat terpecahkan mengingat kompleksnya persoalan, termasuk di antaranya karena berbagai perubahan sosial, politik, ekonomi, teknologi yang berlangsung dalam 20 tahun terakhir," ujar Moeldoko.
Moeldoko pun bernostalgia bahwa dia merasakan betul saat-saat reformasi karena kala itu bertugas sebagai Komandan Kodim 0501 Jakarta Pusat (1996). Pascareformasi, Moeldoko dipercaya untuk bertugas sebagai Komandan Brigif-1/Jaya Sakti (1999).
Brigade Infantri-1 Jaya Sakti adalah kesatuan organik di bawah Kodam Jaya. Kesatuan ini mendapatkan tanggung jawab dari Pimpinan TNI untuk melakukan pengamanan Pemilu dan Sidang Umum MPR 1998, pengamanan Sidang Istimewa tahun 1999, pengamanan Pemilu tahun 1999 dan Sidang Umum MPR 1999.
Moeldoko memahami reformasi bukan hanya sebuah momentum yang diperingati dan dirayakan. Setiap hari, dia merasakan dan turut mengambil bagian dalam upaya pemerintah melakukan reformasi dan perubahan-perubahan, perbaikan-perbaikan, dan penyempurnaan, baik yang berskala kecil, menengah, sampai besar.
"Semua itu dilakukan supaya cita-cita reformasi yang diamanatkan 20 tahun silam dapat dinikmati dan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia."