REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan Ramadhan menjadi momen untuk meningkatkan kegiatan ibadah dan terus berkarya meskipun di tengah kondisi berpuasa. Hal ini misalnya dilakukan seratusan santri di Pesantren Kaligrafi Alquran Lemka Jalan Bhineka Karya Nomor 53 Kelurahan Karamat, Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi, Jawa Barat.
Para santri ini mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) selama setahun dan memasuki tahap akhir di bulan Ramadhan. Pada Senin (21/5) para santri mengikuti ujian akhir yang digelar pengelola pesantren.
"Ada 135 santri diklat yang mengikuti ujian dari 24 provinsi di Indonesia," ungkap Kepala Bidang Diklat Pesantren Kaligrafi Alquran Lemka Hilmi Munawwar kepada Republika.co.id, Senin (21/5). Para santri diantaranya berasal dari Riau, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Papua Barat.
Sejumlah santri di Pesantren Kaligrafi Alquran Lemka Sukabumi tengah mengikuti ujian akhir kaligrafi Senin (21/5).
Bahkan ada dua orang santri yang berasal dari negara Malaysia. Mereka sudah setahun muqim atau tinggal di pesantren untuk belajar kaligrafi.
Dari 135 santri tersebut sekitar 45 persen diantaranya mendapatkan beasiswa dari daerah asalnya untuk belajar kaligrafi di Pesantren Kaligrai Lemka di Sukabumi. Sementara sisanya membiayai sendiri pendidikan di pesantren.
Tingginya animo santri dari berbagai daerah dan luar negeri belajar kaligrafi di Sukabumi karena sejumlah alasan. Teutama Pesantren Lemka sejak dulu dikenal mencetak santri berpretasi dalam ajang lomba kaligrafi di Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) tingkat nasional maupun provinsi.
Terakhir dalam ajang MTQ Jawa Barat di Sukabumi, alumni dari Lemka yang berhasil merebut juara dan mewakili di nasional nanti, terang Hilmi. Prestasi lainnya juga sampai tingkat dunia. Di mana pada awal 2018 ini alumni sekaligus guru di Pesatren Kaligrafi Alquran Lemka meraih prestasi tertinggi di ajang lomba kaligrafi di Turki.
Sejumlah santri di Pesantren Kaligrafi Alquran Lemka Sukabumi tengah mengikuti ujian akhir kaligrafi Senin (21/5).
Menurut Hilmi, prestasi yang diraih alumni ini karena sebelumnya telah mendapatkan pendidikan dan pengajaran di pesantren. Hal ini sejalan dengan tujuan belajar kaligrafi yakni pembelajaran, pendidikan atau pengajaran, fungsional untuk tujuan umum, berkesenian, dan tujuan komersil.
Selama di pesantren ungkap Hilmi, para santri diberikan materi pembinaan kaligrafi seperti tujuh macam khat atau tulisan yakni Naskah, Tsuluts, Farisi, Diwani, Kufi, Riqah dan Diwani Jali. Dari tujuh khat ini kata ini ada empat materi pengembangan untuk MTQ yakni cabang hiasan mushaf yang sering digunakan untuk cover Alquran.
Cabang kedua yakni dekorasi yang memadukan sejumlah ornamen dan media melukisnya kuas. Ketiga, cabang naskah murni hitam putih murni tanpa ada ornamen dan pewarnaan. Terakhir, cabang kaligrafi kontemporer yang merupakan jenis kaligrafi dengan media kanvas.
Selain itu kata Hilmi, para santri juga dikenalkan dengan kaligrafi digital. Cabang ini merupakan pengembangan dari perkembangan teknologi informasi.
Hilmi mengungkapkan, di lihat dari sejarah sebelum berdiri pesantren Lemka di Sukabumi terlebih dahulu ada lembaga kaligrafi Alquran (Lemka) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) atau sekarang UIN di Jakarta Ciputat pada tahun 1985. Pada saat itu dimulai dengan kursus kaligrafi dan pembinaan yang minat kaligrafi.
Sejumlah santri di Pesantren Kaligrafi Alquran Lemka Sukabumi tengah mengikuti ujian akhir kaligrafi Senin (21/5).
Dalam perjalanannya karena ingin mengembangkan kaligrafi secara lebih luas sehingga didirikan pesantren kaligrafi Alquran pada 1998 di Sukabumi. Hingga kini jumlah alumni pesantren Lemka kurang lebih sekitar 5.000 orang yang tersebar di berbagai daerah maupun luar negeri.
Salah seorang santri dari Papua Barat Muhamad Zamhan Alfauzi (17 tahun) mengatakan sengaja datang ke Sukabumi untuk belajar kaligrafi di Pesantren Lemka. Keberadaan pesantren Lemka sangat membantu untuk belajar kaligrafi, ujar dia.
Zamhan mengatakan, ia memang sudah tertarik untuk belajar kaligrafi sebagai media dakwah nantinya di Papua Barat. Rencananya selepas diklat Zamhan akan sekolah di Sukabumi untuk terus memperdalam kaligrafi selama tiga tahun.
Menuruy Zamhan, ia ingin mewakili provinsi Papua Barat dalam lomba kaligrafi di ajang MTQ nasional. Selama ini perwakilan dari Papua ada yang berasal dari luar daerah dan ia berharap kini merupakan asli warga Papua.