REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Hujan lebat di Sri Lanka telah menewaskan lima orang. Pihak berwenang mengeluarkan peringatan tentang potensi tanah longsor dan banjir di daerah dataran rendah itu.
Pejabat di Pusat Manajemen Bencana negara itu mengatakan tiga korban tewas akibat tersambar petir. Satu tewas karena tanah longsor dan satu lainnya akibat pohon tumbang.
Juru bicara badan tersebut, Pradeep Kodippili, mengatakan banjir telah memaksa evakuasi orang-orang karena sungai meluap. Sementara empat distrik berada dalam status "siaga merah" untuk kemungkinan tanah longsor.
"Orang-orang di empat distrik itu telah diperingatkan agar waspada," kata Kodippili kepada Reuters. Militer telah mengirim lebih dari 100 tentara dan 25 perahu untuk menangani keadaan darurat.
Musim hujan di Sri Lanka diprediksi berakhir hingga September. Dari November hingga Februari, angin musim barat laut juga membuat Sri Lanka dilanda hujan lebat.
Hujan lebat dan kekeringan telah berdampak pada perkebunan teh. Teh merupakan ekspor utama negara itu, yang menghasilkan lebih dari satu miliar dolar AS. Produksi teh meningkat tahun lalu untuk pertama kalinya dalam empat tahun.
Namun, cuaca tahun ini tidak terlalu mempengaruhi pasar saham dan perusahaan. Meskipun perusahaan-perusahaan di industri perkebunan dapat merasakan dampaknya.
Pertumbuhan di Sri Lanka mencapai titik terendah 16 tahun. Pertumbuhan hanya 3,1 persen pada 2017, terutama karena banjir yang menewaskan lebih dari 100 orang dan kekeringan panjang di beberapa daerah.