REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Irvanto Hendra Pambudi telah mengajukan diri sebagai justice collaborator, atau saksi pelaku yang bekerja sama untuk mengungkap kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el). KPK akan mengkaji lebih lanjut apakah permohonan keponakan Setya Novanto (Setnov) itu memenuhi persyaratan untuk disetujui.
"Tadi seperti yang muncul di fakta persidangan, tersangka Irvanto Hendra Pambudi mengajukan diri sebagai "justice collaborator" ketika proses penyidikan berjalan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin (22/5).
Menurut Febri, lembaganya harus melihat terlebih dahulu apakah Irvanto memenuhi syarat-syarat sebagai JC mulai dari mengakui perbuatannya, mengungkap pelaku lain, dan memberikan keterangan secara signifikan.
"Itu yang akan kami lihat lebih lanjut dan konsistesi dibutuhkan sampai nanti proses persidangan misalnya dari apa keterangan yang disampaikan pada penyidikan ini, pada persidangan juga perlu lebih konsisten. Kita tunggu saja belum ada penilaian KPK saat ini, kami akan mencermati lebih terlebih dahulu," ujarnya.
Pengajuan Irvanto sebagai JC terungkap dalam fakta persidangan dengan terdakwa mantan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugina Sudihardjo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin. Irvanto sendiri menjadi saksi untuk terdakwa Anang dalam perkara korupsi KTP-el.
Baca juga: Keponakan Setnov Sebut Anggota DPR Terima Uang KTP-EL
Irvanto dalam persidangan itu merinci sejumlah uang yang ia serahkan kepada anggota DPR lainnya yaitu mantan Ketua Komisi II Chairuman Harahap sebesar 500 ribu dolar AS dan satu juta dolar AS, selanjutnya Melchias Markus Mekeng satu juta dolar AS, mantan ketua fraksi Partai Golkar Agun Gunanjar 500 juta dolar AS dan satu juta dolar AS, mantan ketua fraksi Partai Demokrat Jafar Hafsah 500 ribu dolar AS dan 100 ribu dolar AS, anggota DPR dari fraksi Partai Demokrat Nurhayati Assegaf 100 ribu dolar AS.
"Ada catatannya, sudah saya ajukan untuk justice collaborator saya," kata Irvanto.
Irvanto telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Made Oka Masagung, pengusaha sekaligus rekan Novanto pada 28 Februari 2018 lalu. Irvanto diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan KTP-el dengan perusahaannya yaitu PT Murakabi Sejahtera dan ikut beberapa kali pertemuan di ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek KTP-el, ia juga diduga telah mengetahui ada permintaan "fee" sebesar lima persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran KTP-el.
Irvanto diduga menerima total 3,4 juta dolar AS para periode 19 Januari-19 Februari 2012 yang diperuntukkan kepada Novanto secara berlapis dan melewati sejumlah negara. Sedangkan Made Oka adalah pemilih PT Delta Energy, perusahaan SVP dalam bidang "investment company" di Singapura yang diduga menjadi perusahaan penampung dana.
Made Oka melalui kedua perusahaannya diduga menerima total 3,8 juta dolar AS sebagai peruntukan kepada Novanto yang terdiri atas 1,8 juta dolar AS melalui perusahaan OEM Investment Pte.Ltd dari Biomorf Mauritius dan melalui rekening PT Delta Energy sebesar 2 juta dolar AS. Made Oka diduga menjadi perantara uang suap untuk anggota DPR sebesar lima persen dari proyek KTP-el.
Keduanya disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.