REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkali-kali menepis isu soal Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menyerang dirinya, dalam beberapa waktu terakhir. Dalam kunjungan satu harinya di Kota Padang pada Senin (21/5), Jokowi sampai mengulang isi sambutannya tentang bantahan terlibat PKI, di tiga lokasi yang berbeda.
Pertama saat meresmikan KA Minangkabau, kedua saat menyerahkan sertifikat wakaf di Ketaping Bypass, dan ketiga saat meresmikan bangunan asrama Ponpes Modern Prof Dr Hamka II di Kota Padang. Sebagian isi sambutannya sama, yakni klarifikasi dirinya tentang isu PKI.
"Saya pernah datang ke sebuah pondok. Pimpinan pondok berbisik ke saya, ingin bicara empat mata. Lalu beliau bertanya apakah benar Presiden Jokowi PKI?" ujar Jokowi memulai pembahasan mengenai isu yang selama ini membelitnya.
Bagi Jokowi, isu tersebut tidak benar sama sekali. Klarifikasi ini juga sempat Jokowi sampaikan dalam kunjungan kerjanya di daerah lain di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa ia lahir tahun 1961, sebelum PKI sendiri dibubarkan tahun 1965.
"Artinya saya baru 4 tahun. Apa ada PKI balita? Ini namanya isu kan. Sekarang ini zaman keterbukaan. Sekarang bisa telusuri," katanya.
Baca juga: Disebut Cina, Jokowi: Tanya ke Masjid Dekat Rumah Saya
Selain soal PKI, Jokowi juga menyampaikan kegeramannya soal kabar yang menyebut dirinya sebagai anak dari pengusaha keturunan Cina-Singapura. Ia mengingatkan bahwa di kota kelahirannya yakni Solo, terdapat sejumlah organisasi masyrakat (ormas) Islam besar termasuk Muhammadiyah dan NU. Ia pun meminta pihak-pihak yang ragu tentang 'silsilah'-nya untuk menanyakan langsung kepada tokoh-tokoh masyarakat di Kota Solo.
"Tanyakan di masjid di dekat rumah saya, siapa orang tua saya, siapa saya, gampang banget. Terbuka saya ini, ndak ada yang bisa ditutupi. Malah ada lagi isu, Presiden Jokowi itu, anaknya Chinese dari Singapura," kata Jokowi.
Meski begitu, Jokowi maklum bahwa seluruh isu miring yang menempa dirinya merupakan bagian dari perpolitikan Indonesia. Ia juga yakin masyarakat sudah mulai piawai dalam berpolitik dan memilah isu.
"Terakhir, saya ingin mengingatkan kembali kutipan dari Buya Hamka: Kemunduran negara tak akan terjadi kalau tidak karena kemunduran budi dan jiwa," katanya.