REPUBLIKA.CO.ID, Pemerintah telah mencanangkan target swasembada gula konsumsi pada 2019 dengan produksi sekitar 3,3 juta ton. Saat ini, produksi gula konsumsi nasional berkisar antara 2,2 sampai 2,5 juta ton. Untuk mencapai target swasembada tersebut, berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tebu baik secara on-farm maupun off-farm.
Salah satu upaya peningkatan produksi tebu adalah dengan meningkatkan luasan areal pertanaman tebu dan program bongkar ratoon tanaman yang sudah ada. Upaya ini berimbas kepada pemenuhan kebutuhan benih tebu yang sangat tinggi.
Sejauh ini, pengadaan bibit tebu dilakukan melalui tahapan penjenjangan kebun pembibitan yang cukup panjang dan memakan waktu yang cukup lama, mulai dari Kebun Bibit Pokok Utama (KBPU), Kebun Bibit Pokok (KBP), Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI) hingga Kebun Bibit Datar (KBD) sebagai sumber bibit bagi pertanaman atau Kebun Tebu Giling (KTG).
Penyediaan benih tebu melalui cara konvensional mempunyai beberapa hambatan, antara lain waktu perbanyakan yang cukup lama, ketergantungan pada musim, dan kontaminasi patogen yang sulit dihindarkan.
Menurut Drs Deden Sukmadjaja, MSi dari Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen), saat ini perbanyakan benih tebu melalui teknik kultur jaringan sudah banyak dilakukan, baik oleh pihak pemerintah melalui lembaga penelitian maupun oleh pihak swasta.
Beberapa keuntungan perbanyakan tebu melalui kultur jaringan, antara lain memiliki laju perbanyakan yang lebih tinggi, bebas dari penyakit, dan memberikan potensi produksi yang maksimal dari Plant Cane (PC) hingga keprasan (RC).
Perbanyakan pada tanaman melalui kultur jaringan saat ini masih banyak menggunakan jalur pembentukan tunas adventif, baik secara langsung maupun tidak langsung dari jaringan somatik maupun embrio somatik. Cara ini banyak dilakukan karena benih yang dapat diperoleh jumlahnya lebih banyak dalam satuan waktu yang lebih singkat.
Akan tetapi, metode ini sering menghadapi ketidakstabilan genetik dari tanaman yang dihasilkan atau “off type”. Untuk menghindari terjadinya penyimpanan dari benih yang dihasilkan, maka cara lain yang lebih aman untuk mendapatkan benih yang “true to type” adalah melalui kultur tunas.
Berdasarkan posisi dan ukuran eksplan yang digunakan, kultur tunas dapat berupa kultur meristem, kultur tunas apikal, dan kultur tunas samping atau nodal. Melalui kultur tunas ini akan dihasilkan benih yang berkualitas yang memenuhi persyaratan antara lain “true to type”, seragam, tegar dan bebas penyakit.
BB Biogen telah mengembangkan metode perbanyakan benih tebu berkualitas pada beberapa varietas tebu bina melalui metode kultur tunas, seperti varietas Bululawang, PS-862, PS-864, PS-881, Kidang Kencana, PSJT-941, dan lain-lain.
Melalui metode yang tepat, satu tunas responsif mempunyai ratio perbanyakan 1:6-10. Sehingga, dalam waktu satu tahun, dengan enam kali siklus multiplikasi, satu tunas yang diperbanyak mempunyai potensi produksi benih tebu (plantlet) yang dapat diperoleh adalah sekitar 200 ribu benih G0 dengan luasan area yang dapat ditanam antara 8-10 hektare. (Deden Sukmadjaja/Mastur/Balitbangtan)