REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menilai peran TNI dan Polri tidak bisa dipisahkan dalam penanganan kasus-kasus terorisme. TNI sendiri telah memiliki Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) dalam pemberantasan terorisme.
"Menurut saya perlu (TNI dilibatkan) dan tidak cukuplah Polri sendiri, tidak bisa sendiri-sendiri. Kalau pertahanan dan keamanan dipisah, malah kacau negara ini," kata Mahfud saat ditemui di ruang kerjanya di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa (22/5).
Menurut Mahfud, dalam konteks kasus terorisme terdapat area abu-abu. Area abu-abu itu bisa mempertemukan TNI yang memiliki peran menjaga pertahanan negara dan ideologi serta Polri yang memiliki peran menjaga keamanan dan penegakan hukum.
"Seperti bom, itu kan peristiwanya (ancaman) keamanan karena dia membunuh orang. Tetapi karena dia latar belakangnya ideologi maka bisa masuk (ancaman) pertahanan," kata Mahfud.
TNI bisa masuk dalam penanganan terorisme, menurut Mahfud, dengan catatan tidak boleh masuk dalam penanganan hukumnya. Melainkan, hanya mendukung fungsi untuk menghalau serangan atau menangkap teroris.
"Dalam pembahasan Undang-Undang (terorisme) memang ini selalu jadi masalah. Padahal sejak dulu seharusnya boleh (TNI ikut terlibat penanganan terorisme) yang penting niatnya baik," kata dia.
Menurut Mahfud, sangat berlebihan apabila sebagian kalangan memiliki kekhawatiran cara-cara militeristik ala orde baru akan muncul kembali dengan dilibatkannya TNI dalam penanganan terorisme.
"Menurut saya sekarang kan TNI sudah mengurangi cara-cara orba. Dia tidak lagi duduk di DPR, tidak lagi jadi bupati. Yang jelas tidak semua cara Orba dianggap jelek, yang jelek-jelek sudah kita hapus kok," kata dia.