Selasa 22 May 2018 22:03 WIB

Saudi Ungkap Komitmen Dukung Yerusalem Ibu Kota Palestina

Keputusan AS mengakui Yerusalem ibu kota Israel bisa ditentang lewat resolusi PBB.

Red: Nur Aini
Rambu jalan kedutaan besar AS di Yerusalem
Foto: Jerusalem Municipality via AP
Rambu jalan kedutaan besar AS di Yerusalem

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Kerajaan Arab Saudi konsisten mendukung kemerdekaan Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kota.

"Raja Salman sudah menyampaikan sikapnya terkait keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota. Raja Salman menentang keputusan Presiden Donald Trump," ujar Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Osama bin Mohammed Al Shuaibi usai buka puasa bersama media di Jakarta, Selasa (22/5).

Yerusalem, kata Duta Besar Osama, adalah ibu kota Palestina dan kiblat pertama umat Islam dan itu tidak akan berubah. "Untuk menentang keputusan Amerika Serikat harus melalui resolusi PBB. Sebanyak 133 negara menentang keputusan Presiden Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Sedangkan 9 negara yang hanya mengikuti keputusan AS itu," kata dia.

Selain itu, banyak negara-negara Eropa yang secara tegas menolak keputusan Donald Trump itu. "Keputusan ini sangat menyakiti umat Islam dan kami tidak akan membiarkan ini terus terjadi," kata Duta Besar Osama.

Ia mengungkapkan Israel sudah 60 tahun lebih menjajah Palestina dan penjajahan tersebut harus dihilangkan sebagai upaya untuk menjamin keamanan di wilayah Palestina.

"Selama penjajahan ini masih ada maka tidak ada namanya keamanan di wilayah Palestina," kata dia.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengecam keras sikap Amerika Serikat yang tetap meresmikan kedutaan besarnya untuk Israel di Yerusalem, di tengah protes masyarakat internasional. "Saya mengecam keras langkah Amerika Serikat tersebut. Padahal, dalam Sidang Darurat Majelis Umum PBB yang diikuti 128 negara, secara tegas menolak Yerusalem ditetapkan sebagai ibu kota Israel," kata Bambang Soesatyo di Jakarta, Kamis.

Bambang Soesatyo mengatakan hal itu menanggapi langkah Presiden Amerika Serikat yang telah membuka dan meresmikan keduataan besar negara tersebut untuk Israel di Yerussalem, Senin (14/5).

Baca: Dubes Saudi: AS tak Bisa Jadi Mediator Palestina-Israel

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement