Selasa 22 May 2018 22:50 WIB

Harga Ikan di Pasar Tradisional Indramayu Melonjak

Harga ikan naik karena minim pasokan.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Nur Aini
Ikan laut (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Ikan laut (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Kenaikan harga bahan pangan di pasar tradisional di awal bulan puasa juga diikuti dengan meningkatnya harga sejumlah jenis ikan.

Seperti yang terlihat di TPI Glayem, Kecamatan Juntinyuat, kenaikan harga pada berbagai jenis ikan rata-rata di kisaran 10-25 persen. Seperti misalnya ikan kakap, naik dari Rp 35 ribu per kg menjadi Rp 45 ribu per kg dan cumi naik dari Rp 30 ribu per kg menjadi Rp 40 ribu per kg.

"Naiknya harga karena pasokan sedikit, permintaan banyak," kata pengurus KUD Sri Mina Sari Glayem Kecamatan Juntinyuat, Dedi Aryanto kepada Republika.co.id, Selasa (22/5).

Dedi mengatakan, sedikitnya pasokan itu disebabkan adanya kendala alat tangkap yang dimiliki nelayan. Menurutnya, alat tangkap yang dimiliki sejumlah nelayan tidak sesuai dengan jenis ikan yang sedang musim di lautan.

Padahal, alat tangkap setiap jenis ikan berbeda-beda. Hal itu seperti jaring udang, jaring rajungan, jaring teri, dan jaring gilnet.

Dedi mengatakan, saat ini di perairan Indramayu sedang musim ikan cumi, kakap, dan teri. Karena itu, hanya nelayan yang memiliki jaring cumi, jaring kakap, dan jaring teri saja yang bisa beroperasi.

Sedangkan, nelayan yang tidak memiliki jaring untuk ketiga jenis ikan tersebut, tidak bisa beroperasi. Mereka pun terpaksa menganggur.

"Hanya 50 persen nelayan yang saat ini bisa melaut. Sisanya menganggur karena alat tangkap yang mereka miliki tidak sesuai dengan musim tangkapannya," tutur Dedi.

Sekjen Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Budi Laksana, mengungkapkan, tak sedikit nelayan tradisional di Kabupaten Indramayu yang saat ini tidak bisa melaut. Hal itu terjadi akibat kondisi gelombang di perairan Indramayu yang saat ini tidak menentu.

"Saat angin sedang kencang dan gelombang tinggi, otomatis nelayan kecil tidak bisa melaut," kata Budi.

Budi menyebutkan, musim paceklik yang diderita nelayan tradisional sudah terjadi sejak beberapa bulan terakhir. Hal itu otomatis membuat mereka harus banting setir agar asap dapur di rumah tetap bisa mengepul. "Iya pendapatan pasti turun," kata Budi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement